JawaPos.com – Harga minyak mentah dunia terus terpantau naik imbas kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau OPEC+ untuk memangkas produksi hingga 2 juta barel per hari. Merespons hal itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi justru akan berdampak positif bagi sektor hulu karena memicu terbukanya peluang investasi di Indonesia.
“Dampaknya bagi Indonesia di hulu migas itu pasti bagus, karena dengan demikian motivasi orang untuk berinvestasi akan lebih baik karena keekonomiannya lebih bagus,” kata Dwi Soetjipto di Kantor SKK Migas, Senin (17/10).
“Buat Indonesia sendiri akan bagus karena kita teman dari keduanya, Amerika teman, Arab Saudi juga teman. Jadi, kita tidak berada dalam konflik itu,” imbuhnya.
Meski demikian, Dwi mengungkapkan, di samping benefit yang akan didapat, ada juga tantangan. Itu meliputi transformasi perbaikan iklim investasi di Indonesia hingga dampak pada sektor hilir utamanya terhadap subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kemungkinan bisa melonjak.
Ia menjelaskan, dengan adanya keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi, otomatis akan membuat harga perdagangan minyak semakin tinggi. Itu artinya, kata dia, sektor hilir akan terdampak karena Indonesia masih melakukan impor baik untuk minyak mentah ataupun produk BBM.
Oleh sebab itu, perlu dihitung lebih lanjut antara benefit yang didapat dari sisi upstream atau hulu migas dan ongkos impor minyak. “Karena kita juga impor minyak termasuk juga BBM-nya, tentu saja menjadi costly karena dengan harga crude atau minyak yang lebih mahal. Di level manakah keseimbangan antara benefit yang diperoleh dari upstream dengan cost yang muncul untuk subsidi,” jelasnya.
“Ini yang perlu dicari, tapi kira-kira di sisi upstream tentu saja maintaining kondisi harga pada beberapa saat akan menarik investasi di Indonesia,” pungkas Dwi Soetjipto.
Senada dengan Dwi, Deputi Perencanaan SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan dampak keputusan OPEC+ akan baik untuk sektor hulu. Sementara untuk makro akan berdampak negatif karena otomatis diikuti dengan kenaikan harga.
“Tapi secara makro sebagai net importir tentu dampaknya negatif. Biasanya selesai sidang OPEC+ ada keputusan, pemotongan atau menaikkan (produksi), ini langsung direspons oleh market misalnya dengan kenaikan harga,” ujar Benny.
Meski demikian, ia menuturkan bahwa pemangkasan yang disepakati OPEC+ belum tentu akan mengurangi jumlah pasokan minyak di pasaran. Sebab, menurut mantan Petroleum Fiscal Policy Analyst Kantor Pusat Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Wina, Austria, biasanya ada negara yang tidak patuh dengan keputusan sehingga dia akan terus menggenjot produksi.
“Kadang-kadang problem dari pasar itu kita ada inisiatif curang, kalau harga naik kalau saya bisa produksi lebih kenapa tidak? Maka nanti kita lihat dulu compliance factor itu yang suka mendisrupsi,” ungkapnya
“Itu akan dilihat beberapa minggu ke depan, benar tidak in reality ada berapa yang hilang dari pemotongan (produksi) OPEC+ itu,” pungkas Benny.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link