JawaPos.com – Bank Indonesia (BI) melanjutkan operation twist untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah. Peningkatan suku bunga 7-day reverse repo rate (BI7DRR) juga ditujukan untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah sentimen global.
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menjelaskan, operation twist merupakan langkah bank sentral melakukan penjualan/pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. Kebijakan tersebut bertujuan membatasi kenaikan yield (imbal hasil) tenor jangka panjang. Pada saat yang sama, mendorong daya tarik imbal hasil SBN dengan tenor jangka pendek.
“Keputusan BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis points (bps) (lebih tinggi dari ekspektasi pasar) juga berpotensi mendukung penguatan rupiah terbatas. Di sisi lain, terdapat potensi yield SBN meningkat terbatas sehingga menarik masuknya investasi portofolio asing,” kata Josua kepada Jawa Pos kemarin (11/10).
Apalagi, pemerintah juga tengah berupaya menjaga defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 agar lebih rendah dari 4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sehingga mengarahkan defisit APBN 2023 maksimal 3 persen terhadap PDB.
“Dari beberapa faktor tersebut, maka pergerakan yield 10 tahun hingga akhir tahun diperkirakan akan berkisar 7 persen sampai 7,5 persen,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Wahyu Agung Nugroho menyampaikan, penerbitan global bonds oleh pemerintah merupakan langkah yang signifikan. “Terutama di tengah ketidakpastian pasar dunia yang tinggi saat ini,” ujarnya.
BI memosisikan diri sebagai market buffer untuk meredam kenaikan yield SBN ke level yang lebih tinggi. Antara lain, melakukan operation twist. Pelaksanaannya telah mendorong imbal hasil SBN tenor jangka pendek meningkat.
Di sisi lain, imbal hasil SBN tenor jangka panjang relatif terjaga. Suku bunga IndONIA pada 20 September 2022 naik 58 bps dibandingkan dengan akhir Juli 2022 menjadi sebesar 3,38 persen.
Pada kuartal III 2022, BI mencatat modal asing yang keluar alias net outflow berupa investasi portofolio sebesar USD 600 juta. Nilai tukar rupiah terdepresiasi 6,40 persen secara tahun berjalan. Agar nilai tukar rupiah tidak jatuh, bank sentral telah menyiapkan sejumlah amunisi. Mulai intervensi langsung di pasar spot, domestic non deliverable forward (DNDF), hingga pembelian SBN di pasar sekunder.
—
IMBAL HASIL INDONESIA GOVERNMENT BONDS (PER 11 OKTOBER)
– SBN 3 bulan: 4,644 persen
– SBN 1 tahun: 5,7 persen
– SBN 5 tahun: 6,81 persen
– SBN 10 tahun: 7,327 persen
– SBN 30 tahun: 7,295 persen
Sumber: World Government Bonds
Credit: Source link