JawaPos.com – Kementerian Negara BUMN membuka opsi memailitkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang merugi USD 2,44 miliar dan akan digantikan oleh Pelita Air dari air charter sebagai maskapai full service domestik. Tindakan tersebut dilakukan bila proses restrukturisasi utang dengan kreditur menemui jalan buntu.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, jika opsi tersebut terealisasi, tentunya akan ada sisi positif dan negatifnya.
Sisi positifnya, hal ini dapat menjadi awal mula yang baru untuk menata seluruh kinerja perseroan.
“Akan jadi fresh start atau awal mula yang baru untuk menata seluruh manajemen. Tidak ada lagi keuangan yang tidak efisien, pemborosan-pemborosan, dan juga untuk memposisikan kembali maskapai penerbangan nasional untuk bersaing di segmentasi pasar yang memang pertumbuhannya bagus,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com, Senin (18/10).
Selanjutnya, pergantian maskapai dari Garuda ke Pelita Air akan membuat penyegaran baru dari segi citra setelah citra Garuda tercoreng akibat beberapa kasus. Mulai dari manipulasi keuangan, hingga penyelundupan barang mewah.
“Ini kan di satu sisi branding positif yang lebih segar karena image Garuda Indonesia ini maskapai yang terus menerus merugi. Bahkan sebelumnya image-nya sempat tercoreng oleh kasus (sepeda) Brompton, kasus manipulasi laporan keuangan. Jadi kalau membuat brand baru ini akan membuat manajemen dan direksinya pun akan baru. Ada penyegaran,” ungkapnya.
Namun, sisi negatifnya adalah pergantian ini akan menjadi preseden buruk. Akan ada persepsi masyarakat mengenai maskapai penerbangan nasional yang ternyata tidak diselamatkan oleh pemerintah.
“Tidak di bail out tapi sengaja dibiarkan pailit,” ucapnya.
Pergantian ini pun akan berdampak pada pegawai Garuda. “Tenaga kerja dari Garuda mau dikemanakan? Kalau ada perubahan bentuk atau perusahaan baru pasca dipailitkan, apakah bisa menyerap seluruh pekerja Garuda? Kalau tidak, akan mengupayakan PHK massal yang buruk bagi perekonomian,” jelasnya.
Aspek yang perlu dipertimbangkan lainnya adalah hal menyangkut masa depan maskapai pelat merah itu. Sebab, semakin kecil pemain nasional, akan memperbesar kemungkinan pesaing asing masuk ke bisnis maskapai.
Apalagi, lanjut Bhima, setelah pandemi Covid-19 usai dan semua dapat beraktivitas normal, permintaan transportasi udara akan nain secara signifikan. Tentunya, ini akan meningkatkan kinerja keuangan perseroan.
“Ini harus dipertimbangkan juga apalagi kalau nanti terjadi booming, butuh penumpang banyak pasca Covid-19 mereda. Ini mungkin pemerintah masih akan kehilangan dividen atau pendapatan yang harusnya ada kalau perusahaannya disehatkan kembali,” tuturnya.
Bhima menyebut, hal ini akan menjadi kasus yang sama dalam kegagalan industri maskapai plat merah seperti yang dialami oleh Merpati Air. “Ini akan mengulang juga kasus yang sama, tapi saya rasa kalau bail out ataupun bantuan likuiditas terlalu mahal, maka pailit pasti akan jadi opsi yang akan diambil,” pungkasnya.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link