Otak-atik Eks Napi Korupsi, KPU Ngapain?

by

in
Otak-atik Eks Napi Korupsi, KPU Ngapain?

Diskusi Indonesian Public Institute

Jakarta, Jurnas.com – Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berisi larangan bagi mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pilkada, disinyalir hanya sebatas intrik politik.

Pakar politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, secara hakiki mendukung semangat KPU dalam mencegah terjadinya korupsi. Juga spirit untuk menghasilkan pilkada yang melahirkan pemimpin yang bersih.

“Dalam konteks itu saya setuju korupsi harus diberantas, korupsi harus dicegah,” ujar Karyono dalam diskusi bertema “Mengupas Polemik Larangan Eks Narapidana Korupsi Maju di Pilkada” di Cikini, Menteng Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2019.

Diskusi itu menghadirkan pembicara Margarito Kamis (Pakar HTN Universitas Indonesia), Hugua (Anggota DPR RI Komisi II FPDIP), Pangi Syarwi (Pengamat Politik VOXPOL CENTER) moderator Miartico Gea.

Karyono menegaskan, KPU juga harus memperhatikan tentang peraturan perundangan. UU nomer 10 tahun 2016 tentang Pilkada itu jelas mengatur tentang syarat pencalonan gubernur/wakil, bupati dan walikota/wakil. Termasuk diantaranya adalah syarat bagi para calon kepala daerah tidak menjadi napi tipikor, narkoba, kemudian seksual terhadap anak.

Pasal dalam UU Pilkada, jelas Karyono, sudah mengadopsi putusan MK dimana beberapa putusan ini sudah membatalkan sejumlah pasal di UU Pilkada. Misalnya putusan 2016, MK mengabulkan permohonan dari mantan napi Tipikor yang mengajukan agar pasal yang menghambat napi Tipikor untuk maju di Pilkada dibatalkan.

“Putusan itu dikabulkan dengan syarat sejauh si mantan napi Tipikor itu mengumumkan kepada publik bahwa dirinya adalah mantan napi Tipikor, tapi dibolehkan maju pilkada,” jelas Karyono.

Kemudian pada 2018, lanjutnya, ketika KPU membuat peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 yang melarang eks napi Tipikor ikut dalam pemilu legislatif, MA juga membatalkan PKPU ini.

Saat itu, Caleg Gerindra di DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik mengajukan permohonan kepada MA lalu dikabulkan. Akhirnya Taufik boleh mengikuti proses pencalegan dan dengan demikian MA membatalkan PKPU nomor 20 tahun 2018.

“Maka semestinya KPU juga harus memperhatikan kasus-kasus hukum yang sudah ada,” ucap Karyono.

Oleh karenanya, menurutnya, revisi PKPU nomor 3 tahun 2017 yang sekarang sedang diajukan oleh KPU kemungkinan akan digugat lagi oleh beberapa pihak yang dirugikan karena menabrak UU dan putusan MK sebelumnya.

“Saya memprediksi rancangan PKPU tersebut akan kembali dibatalkan oleh lembaga hukum, baik oleh MA ataupun MK,” lanjutnya.

Bagi Karyono, yang jadi pertanyaan kenapa sih KPU tetap memaksakan pasal pelarangan mantan napi korupsi, padahal sudah tahu bahwa UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada membolehkan mantan napi Tipikor maju pilkada, asalkan dia mengumumkan kepada publik bahwa dirinya mantan napi Tipikor.

“Jadi pertanyaan besar, apakah supaya dilihat bahwa KPU terlihat bersih atau sekedar untuk mencari popularitas, atau ada agenda lain dibalik itu semua,” ujar Karyono.

“Apa motivasi KPU yang terkesan memaksakan? bahkan KPU sudah mengatakan kalaupun upaya mereka gagal mereka akan memasukkan lagi di pemilu 2024 mendatang,” Karyono menambahkan.

Bagi Karyono, akan lebih baik bila KPU fokus pada tugas dan fungsi pokoknya yakni menyelenggarakan pelaksanaan pemilu yang bersih dan berkualitas, ketimbang mengotak-atik sesuatu yang sudah jelas aturannya.

Ia pun memaparkan sejumlah persoalan Pemilu, baik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada. Misalnya banyak petugas KPPS yang meninggal saat Pilpres.

Kemudian soal politik biaya sangat tinggi. Sebab harus dilihat, politik biaya tinggi adalah salah satu penyebab lahirnya kepala daerah yang cenderung jadi korupsi.

“Mestinya KPU merumuskan sebuah sistem pemilu yang bisa meminimalisir biaya politik. Ini dengan sendirinya KPU berperan juga dalam pencegahan korupsi,” lanjutnya.

Kata Karyono, salah satu faktor yang menyebabkan kepala daerah terjebak kasus korupsi adalah biaya politik yang tinggi dan sangat mahal.

“Lebih dari 50% Kepala Daerah terjerat kasus korupsi, saya rasa ini yang harus menjadi perhatian serius KPU bagaimana menghadirkan sistem pemilu yang efisien dan efektif yang berkualitas,” tuntas Karyono Wibowo.

TAGS : Mantan Napi Korupsi KPU Karyono Wibowo

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/62390/Otak-atik-Eks-Napi-Korupsi-KPU-Ngapain/