Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah
Jakarta – Generasi muda Indonesia, khususnya generasi millenials layak memiliki masa depan yang lebih baik. Karena itu, jangan sampai terjebak pencitraan karena ketidaktahuan atau ketidakmauan untuk memahami suatu persoalan secara mendalam.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan (Korkesra) Fahri Hamzah, melalui twitternya di @Fahrihamzah, Selasa (2/1).
Fahri mengingatkan, masa depan ini keras dan kejam, dimana semua pihak bisa menjadi korban atas kebijakan dan pencitraan yang secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah.
Fahri menambahkan, millenials Indonesia merupakan pertanda adanya bonus demografi. Apalagi dalam politik, lanjut Fahri, bonus demografi akan dirasakan betul saat pemilu 2019 ini, dimana lebih dari 60 persen adalah pemilih muda, baik yang pemula maupun yang ada dalam jarak usia muda.
“Saya termasuk pengkritik kelompok milenial yang menurut saya agak dangkal. Maafkan, saya lakukan itu untuk mengingatkan agar suara mereka betul-betul dipertaruhkan untuk perubahan nasib mereka yang sesungguhnya,” papar Fahri.
Kepada millenials atau generasi Y, Fahri menyampaikan bahwa bidang ekonomi, bidang yang akan menopang kebutuhan dasar, menyalurkan kreativitas kerja serta berekspresi secara merdeka tanpa mengandalkan negara.
Namun masalahnya, kata Fahri, apakah negara sudah menuju track yang benar pada pemantapan ekonomi yang berkesinambung yang melibatkan generasi baru atau malah sebaliknya negara sedang menggali kubur bagi generasi baru.
Baru-baru ini, sambungnya, sebuah media massa Jepang (NIKKEI Shimbun) memuji Indonesia. Dikatakan, GDP Indonesia peringkat 16 dunia. Bila kondisi sospol ekonomi stabil seperti sekarang, Indonesia 2050 peringkat 4 dunia mengalahkan Jepang. Ditulis juga Presiden Jokowi telah merintis ekonomi terbuka.
“Sambil membaca artikel itu, saya mau sampaikan bagaimana cara kita hari ini mempersiapkan pondasi ekonomi yang kokoh bagi mereka di masa depan, apakah akan jadi bangsa pemenang sejajar dengan bangsa besar lainnya, atau hanya jadi bangsa yang selalu dimangsa bangsa lainnya,” ujarnya.
“Kalau mendengar cara pemerintah mempersepsikan berita Nikkei Shimbun itu, Tentu kita akan merasa jumawa, bagaimana tidak sekitar 25 tahun lagi bangsa ini akan mengalahkan Jepang tapi apakah demikian?,” urai Fahri.
Padahal, menurut Fahri kalau dibaca secara mendalam, berita tersebut sebenarnya tak ada yang baru. World Bank report 2016, nilai PDB 1 Indonesia berdasarkan PPP tahun 2016 telah menembus 3.022 miliar USD (peringkat 8). Sedangkan Jepang 5.266 miliar USD (peringkat 4).
Berdasarkan current year 2016, GDP Indonesia sebesar 932 miliar USD (peringkat 16), sedangkan Jepang 4.939 miliar USD (peringkat 3). Jika dihitung secara linier dan asumsikan growth Indonesia konsisten saja 5% hingga 2050 sedangkan Jepang hanya tumbuh 0-1 persen.
“Maka tidak mustahil Indonesia akan bisa mengalahkan Jepang. Tapi kita perlu hati-hati, kadang pertumbuhan GDP bisa seperti pisau bermata dua, bisa memberikan informasi menggembirakan, tapi bisa menjadi fatamorgana yang bisa sirna seketika,” kata Fahri mengingatkan.
Politisi dari dapil NTB ini juga mengimbau generasi millenial untuk memahami makna dibalik angka-angka tersebut. Angka pertumbuhan GDP hanyalah kulit, karena dibalik itu semua ada strategi kebijakan yang secara fundamen bisa berbeda antar negara. Masing-masing negara punya cara berbeda dalam menjaga kualitas pertumbuhannya.
“Saya ulang lagi, GDP adalah indeks komposit yang terbentuk oleh pengeluaran konsumsi (c) + pengeluaran investasi (I) + pengeluaran pemerintah (G) + selisih ekspor impor (xm). Proporsi setiap komponen tersebut bisa berbeda tiap negara walau mungkin hasil akhirnya sama,” urainya.
“Pak Jokowi harus sadar bahaya ini. Ini butuh langkah strategis! Jangan terlampau optimis dan senang dengan angka2 GDP. Ini menteri2 jangan kerja sendiri-sendiri. Harus ada orkestra membangun industri Gak bisa nafsi2 kayak sekarang,” tegasnya.
Menurutnya, kinerja Presiden Jokowi dan para Menteri kurang seirama. Dimana, disaat Jokowi blusukan bagi-bagi sertifikat tanah, kartu-kartu sejahtera dan sepeda, namun sejumlah menteri ada yang minta tambahan utang, jualin BUMN, minta suntikan modal (PMN).
“Sebagai dirijen Bapaklah yang harus mengatur ritme agar harmoninya mengalir indah. Dulu bapak waktu bela #ESEMKA MASIH WALIKOTA. jadi gubernur belum juga. Ini sudah jadi presiden pak. Mohon maaf ini soal orkestra,” tegasnya.
Sebab, lanjut Fahri, tugas presiden tidak bisa hanya mimpin rapat. Tapi memimpin perakitan ide yang akan menjadi rakitan kekuatan nasional di semua bidang.
“Ayo Pak kita punya janji dan utang yang harus kita tunaikan kepada para pendiri bangsa dan juga pada generasi yang kita sebut millenial ini, jangan biarkan mereka menjadi kuli dinegerinya sendiri saat jumlah mereka mencapai puncaknya,” demikian Fahri.
TAGS : Presiden Jokowi Fahri Hamzah Istana Negara
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/27296/Pak-Jokowi-jangan-Ajak-Millenials-Menggali-Kubur/