Pakar Intelijen Stanislaus R
Jakarta, Jurnas.com – Beredarnya rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi Aksi Terorisme menimbulkan polemik di masyarakat.
Sebagian besar polemik tersebut menyorot kewenangan TNI yang berpotensi tumpang tindih dengan BNPT dan Polri. Selain itu kekhawatiran kewenangan tersebut akan mencederai reformasi sipil juga muncul.
Analis Intelijen dan Terorisme, Stanislaus Riyanta memberi penekanan, bagaimana mendudukkan persoalan ini agar tidak terjadi tumpangtindih kewenangan maupun ego sektoral, sehingga perang melawan terorisme berjalan efektik berkesesuaian. Berikut ulasannya:
Dalam draft tersebut dinyatakan bahwa Tugas TNI dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang, dan dalam mengatasi aksi terorisme TNI melaksanakan fungsi: penangkalan, penindakan dan pemulihan.
Fungsi penangkalan akan dilakukan oleh satuan khusus TNI yang bertugas menyelenggarakan operasi khusus dan atau satuan TNI lainnya.
Fungsi penindakan dilakukan dengan menggunakan kekuatan TNI, dengan catatan penggunaan kekuatan TNI dilaksanakan oleh Panglima berdasarkan perintah Presiden.
Fungsi penindakan yang dilakukan oleh TNI dan berkoordinasi dengan badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme, Polri, dan kementerian/lembaga terkait.
Dalam draf tersebut disebutkan bahwa TNI akan melakukan penanganan secara langsung jika terjadi aksi teror terhadap Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan wakil presiden dan keluarganya, serta tamu negara setingkat kepala negara pemerintahan.
Selain itu penanganan aksi teror terhadap warga negara di luar negeri, kantor perwakilan negara asing atau kantor organisasi internasional di Indonesia; obvitnas strategis, kapal Indonesia, pesawat udara Indonesia di dalam dan di luar wilayah NKRI, aksi teror di ZEE kawasan regional dan atau internasional juga akan dilakukan secara langsung oleh TNI.
TNI juga akan melakukan penindakan jika terjadi aksi teror yang bereskalasi tinggi dan membahayakan ideologi negara, kedaulatan negara, keutuhan wilayah Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa.
Namun tindakan terhadap aksi-aksi teror dengan sasaran tersebut akan dilaksanakan berdasarkan hasil koordinasi Polri, TNI dan BNPT. Hasil penindakan oleh satuan TNI akan diserahkan kepada Polri untuk ditindaklanjuti dengan proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Jika draft Perpres tersebut disetujui maka dapat disimpulkan bahwa negara memberikan kewenangan kepada TNI untuk melakukan penangkalan, penindakan dan pemulihan atas aksi terorisme dengan cakupan yang cukup luas.
Kewenangan tersebut berpotensi konflik karena adanya kewenangan yang hampir sama dengan institusi lain seperti Polri dan BNPT. Dengan sasaran yang sama, dan kewenangan yang sama namun dilakukan oleh institusi yang berbeda akan cukup rawan gesekan lapangan.
Di sisi lain penanganan terorisme banyak yang dilakukan dengan cara tertutup, undercover. Jika masing-masing lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menangani terorisme melakukan aksi undercover terhadap sasaran yang sama maka potensi benturan di lapangan sangat besar.
Mencegah hal tersebut terjadi maka perlu koordinasi dan kerjasama terkait informasi intelijen terorisme. Kerjasama antar lembaga ini tidak akan berjalan dengan baik jika ada ego sektoral.
Saat ini BNPT adalah leading sector dalam penanggulangan terorisme. Jika secara resmi kewenangan untuk penangkalan, penindakan dan pemulihan atas aksi teror juga diberikan kepada TNI maka diperkirakan BNPT akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Secara organisasi, TNI merupakan organisasi yang lebih solid dan besar dibandingkan BNPT, tentu tidak mudah jika dalam penanggulangan terorisme TNI di bawah koordinasi BNPT.
Sisi positif dari pemberiaan kewenangan kepada TNI untuk mengatasi aksi teror adalah negara mempunyai amunisi yang kuat untuk melawan teroris dengan kekuatan militer.
Tentu saja kekuatan ini harus digunakan secara selektif seperti terhadap kelompok teror yang menggunakan teknik perang hutan, gerilya, di Poso dan Papua.
Menghadapi kelompok bersenjata, terutama jika senjata yang digunakan adalah standar militer, membutuhkan kemampuan khusus sehingga sangat tepat jika TNI mempunyai kewenangan untuk hal tersebut.
Kesiapan TNI dalam menghadapi kelompok bersenjata yang ingin mengganggu negara tidak perlu diragukan lagi. Sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki TNI sangat siap untuk menjalankan tugas pemberantasan terorisme.
Namun dengan mempertimbangkan reformasi sipil serta tugas dan kewenangan masing-masing lembaga yang terlibat dalam penanganan terorisme, maka Perpres tentang Tugas TNI dalam penanganan terorisme perlu diperbaiki terutama pada kewenangan, koordinasi, dan pembagian tugas. Perbaikan ini sangat perlu terutama jika yang dihadapi adalah target dan kasus yang sama.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/72259/Pakar-Intelijen-Tinjau-Ulang-Perpres-Tugas-TNI-dalam-Terorisme/