Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo
Jakarta, Jurnas.com – Pasca Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka pemerintah diminta mencari solusi untuk menjamin pelayanan kesehatan masyarakat.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo mengatakan, jika tidak segera dicarikan solusi maka akan berimbas pada pelayanan rumah sakit terhadap masyarakat. Mengingat, hingga saat ini BPJS masih mengalami defisit hingga puluhan triliun rupiah.
“Jadi implikasinya ke pelayanan, misalnya dalam bentuk mereka akan menolak pasien, mereka akan lebih mengutamakan pasien-pasien yang mandiri dia membayar mandiri, itu yang jadi pertanyaan dan kekahawatiran kita, meskipun pemerintah sudah menyampaikan lewat media,” kata Rahmad, dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Progres BPJS Kesehatan Pasca Putusan MA?”, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/3).
“Ini saya kira gawat, karena keselamatan jiwa, keselamatan kesehatan rakyat, kalau BPJS bangkrut rakyat akibatnya, rakyat implikasinya. Intinya ini adalah masalah kelangsungan kesehatan rakyat kita dan bukan kelangsungan BPJS,” lanjut Rahmad.
Menurutnya, sudah ada beberapa ide dan gagasan untuk menyelamatkan BPJS dan menyelamatkan rakyat. Misalnya, pengalihan beberapa subsidi ke BPJS.
“Coba kita pikirkan, kenapa kita tidak subsidi BPJS sedikit kita alihkan, Rp125 triliun mungkin sebagian kita alihkan untuk listrik kita kurangi, BBM dikurangi sedikit, LPG kurangi sedikit, mereka untuk rakyat juga kok,” katanya.
Selain itu, kata Rahmad, pemerintah dan BPJS perlu menerjunkan tim audit khusus guna menertibkan manajemen sejumlah Rumah Sakit yang dianggap ugal-ugalan. Salah satu contoh, pasien yang melahirkan mestinya tidak perlu caesar, tapi akhirnya dilakukan caesar.
“Mestinya tidak ada tindakan ini, kemudian operasi sehingga memunculkan kepada BPJS begitu membengkak, itu banyak cerita yang saya dengar. Pemerintah atau BPJS harus menerjunkan audit khusus kepada setiap rumah sakit,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp 110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. Dengan keputusan MA tersebut, maka iuran BPJS Kesehatan kembali ke iuran semula yaitu Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 51.000 untuk kelas II, dan iuran sebesar Rp 80.000 untuk kelas I.
TAGS : Warta DPR Komisi IX DPR Rahmad Handoyo BPJS
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/68846/Pasca-Putusan-MA-Defisit-BPJS-Harus-Segera-Cari-Solusi/