SEMARAPURA, BALIPOST.com – Saat pariwisata sedang terpuruk akibat pandemi, banyak pelaku pariwisata kesulitan menghadapi situasi ini. Mereka hanya bisa menunggu pariwisata dibuka, sementara keputusan dari pemerintah terus tarik ulur. Sejumlah pelaku pariwisata lainnya memilih cara lain agar tetap bisa bertahan. Salah satunya dengan membuka usaha lain dan menangkap peluang lain.
Seperti yang dilakoni Wayan Malendra, pengelola Warung Laklak Pengangon di Desa Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Produknya memang tradisional, tetap pengusaha ini mengkemasnya dengan cara berbeda. Berjualan di tengah sawah yang amat asri, sehingga menarik banyak konsumen datang ke tempatnya. Bahkan, lengkap dengan produk kopinya, menambah lengkap tempat ini sebagai tempat yang tepat untuk bersantai.
Dengan nuansa keasrian pedesaan, warung penjual khusus penganan jajan laklak atau surabinya Bali ini memanjakan setiap pengunjung yang datang ke tempat ini. Tidak hanya itu, pengunjung juga bisa menyaksikan langsung proses pembuatannya yang sederhana. Ditemui di tempat usahanya, Malendra mengaku usahanya ini sudah berjalan sejak erupsi Gunung Agung. Saat terjadi pandemi COVID-19, pekerjaan awalnya sebagai pramuwisata pun tidak bisa dipertahankan.
Malendra memilih beralih untuk terus mengembangkan dengan usahanya dengan tambahan sajian menu kopi tradisional Bali, yang dikemas modern. Ini menjadi tren produk kopi kekinian hingga ke kalangan milenial dengan harga yang terjangkau. “Situasi pariwisata terpuruk bukan yang pertama saya alami. Tetapi sudah berkali-kali. Mulai dari peristiwa Bom Bali. Kemudian erupsi Gunung Agung dan sekarang pandemi.
Saat ini saya tetap optimis dengan usaha ini, cukup menarik pasar lokal,” katanya, belum lama ini.
Ia mengaku tetap berusaha menggerakan ekonomi mikro. Sehingga sebagai barista, ia mengkolaborasikan produk kopi terbaiknya dengan laklak pengangon. Ini cukup menarik bagi pelancong sehingga terus dikembangkan. Dengan usahanya ini, ia pun mengaku sempat mendapat pelatihan dari pemerintah guna membuka networking yang lebih luas dan fokus pada jenis usahanya ini. Hasilnya cukup menggembirakan. Usahanya ini bisa menghasilkan omset hingga Rp 2 juta per bulan.
Salah satu pelanggan yang ditemui di lokasi, Wayan Eka mengakui nuansa tempatnya sangat bagus untuk bersantai, sambil menikmati jajan tradisional dan kopi pilihan. Tidak salah jika tempatnya selalu ramai karena harganya juga terjangkau. Hanya Rp 10 ribu satu porsi jajan laklak ditambah kopinya. “Tempatnya dan pemandangannya bagus. Suasananya nyaman. Jadi pas untuk tempat bersantai,” katanya.
Tempat ini buka setiap hari dari pukul 09.00 wita sampai pukul 00.00 wita. Malendra berharap usahanya terus bisa berkembang, di tengah situasi sulit yang masih dialami Bali akibat pandemi. Ia pun berharap pandemi ini segera berakhir dan kehidupan masyarakat Bali kembali normal, dengan setiap usaha pariwisatanya. (Bagiarta/Balipost)
Credit: Source link