INDOPOS.CO.ID – Pembatalan Pemilu 2024 adalah sikap yang terang-benderang menabrak UUD 1945. Bukan hanya satu, tapi banyak pasal yang dilanggar. Di antaranya adalah soal Indonesia negara hukum, Pasal 1 ayat (3).
Hal itu ditegaskan Guru Besar Hukum Tata Negara Prof. Denny Indrayana, SH, LLM, PhD dalam surat terbukanya yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (6/3/2022).
Denny menegaskan menghilangkan pemilu menyebabkan Indonesia lebih mengedepankan negara berdasarkan nafsu kekuasaan belaka (machtstaat), dan jauh menyimpang dari negara berdasarkan hukum (rechtstaat).
Menurut Denny, usulan membatalkan pemilu, secara implisit mengandung hasrat memperpanjang masa jabatan petahana Presiden-Wakil Presiden, parlemen pusat dan daerah, bahkan kepala daerah, jelas-jelas bertentangan dengan pembatasan masa jabatan presiden, Pasal 7; anggota DPR, DPD, dan DPRD dipilih melalui pemilu, Pasal 19 ayat (1), 22C ayat (1); dan 18 ayat (3); kepala daerah dipilih secara demokratis, Pasal 18 ayat (4); dan pemilihan umum dilaksanakan berkala setiap lima tahun, Pasal 22E ayat (1).
“Tentang pembatalan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan menabrak UUD 1945 tersebut, tidak ada keraguan atasnya. Sejauh ini, saya tidak melihat ada ahli hukum tata negara dan politik yang berbeda tafsir soal pelanggaran itu. Semua sepakat. Maka, pernyataan Bapak Presiden yang di satu sisi menyatakan tunduk dan patuh pada konstitusi, namun pada sisi yang lain memberi ruang wacana penundaan pemilu bergulir dengan alasan konsekuensi berdemokrasi adalah sikap mendua yang keliru dan fatal,” tegas Denny.
“Sikap tunduk dan patuh harusnya dikunci dengan pernyataan, stop membicarakan pembatalan pemilu dan perpanjangan masa jabatan. Titik. Hitam-putih. Jangan dibuka ruang abu-abu. Jangan dibuka ruang tafsir yang lain,” tambah Denny.
Credit: Source link