Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Jakarta, Jurans.com – Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Badan Riset Nasional dinilai akan mampu mendukung upaya pengembangan industri pangan nasional.
“Pengembangan industri terkait rempah-rempahan di Indonesia akan semakin maju lewat riset dan penelitian yang lebih kuat,” kata Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam diskusi bertema “Potensi Rempah Nusantara untuk Kemajuan Indonesia” di Kantor DPP PDIP Jln Diponegoro 58, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019).
Hadir sebagai narasumber adalah Prihasto Setyanto dari Kementerian Pertanian, Devita Agus dari Mustika Ratu, dan Fadly Rahman dari Universitas Padjajaran. Hadir juga Ketua DPP PDIP Sri Rahayu.
Hasto mengatakan, Rakernas I-2020 sekaligus perayaan HUT ke-47 PDIP berkeinginan untuk menggali dan menunjukkan betapa besarnya potensi industri pangan berbasis rempah-remah nasional.
Baginya, semua itu menjadi lebih realistis untuk dilakukan karena momentum Presiden Jokowi mendorong lahirnya Badan Riset Nasional.
Quality Director Mustika Ratu Devita Agus menjelaskan, untuk mengembalikan status Indonesia sebagai negara produsen sekaligus eksportir utama rempah di dunia, diperlukan adanya kolaborasi antara pemangku kepentingan dari berbagai sektor.
Di satu sisi, jelas Devita, demi meningkatkan kualitas bahan baku rempah, sebaiknya dilakukan pengembangan lembaga riset dan peningkatan sumber daya manusia bertujuan kepada inovasi dan memiliki daya saing di pasar internasional.
“Dengan begitu persyaratan standar produk sesuai dengan permintaan negara pengimpor,” ungkapnya.
Selanjutnya, Devita menilai perlu adanya inovasi dan kemandirian bahan baku untuk mengatasi kendala ketersediaan bahan baku kosmetika.
“Pemerintah diharapkan memberikan perhatian lebih untuk riset dan penelitian analisis bahan rempah di Indonesia dengan penyediaan instrumen, saran maupun prasarana yang memadainya,” jelasnya.
Bagi Devita, salah satu kelemahan Indonesia adalah penerapan teknologi tradisional. Bahkan berdasarkan pengamatan Mustika Ratu, kualitas teknologi yang diterapkan petani mengalami kemunduran sejak krisis, karena mahalnya harga pupuk dan ketiadaan modal. Akhirnya, rempah Indonesia belum bisa menerapkan standar internasional yang berlaku di pasar dunia.
“Rempah Indonesia sebagian besar masih dijual dalam kondisi mentah. Maka kita berharap ada dukungan dari pemerintah soal standar mutu dan penguatan sektor hilir dengan memperbanyak industri pengelolaan rempah. Untuk diketahui, selama ini industri lokal masih tergantung dengan impor bahan baku,” bebernya.
Sementara Sejarawan Rempah asal Universitas Padjajaran, Fadly Rahman, mengingatkan besarnya potensi industri rempah. Sejak jaman dahulu, kata dia, rempah bagi orang Eropa sangat penting untuk kepentingan media dan revolusi kuliner mereka. Makanya rempah menjadi awal mula kolonialisme Eropa ke berbagai penjuru dunia.
Dan bagi Indonesia sendiri, kata Fadly, rempah-rempah adalah bagian dari sejarah, tradisi, dan identitas bangsa yang perlu untuk dijaga serta dilestarikan biodiversitas. Termasuk pelestarian pemanfaatannya.
Ia mengusulkan Pemerintah membuat program yang menyebarkan pengetahuan rempah-rempah melalui sarana-sarana. Sejumlah museum atau pelaku pameran bisa digandeng untuk melaksanakannya.
Perlu juga dilakukan program edukasi terpadu di sektor pendidikan dan publik terkait pembudidayaan rempah-rempah dan pemanfaatn praktisnya untuk kesehatan dan kuliner.
Di sisi petani, Pemerintah perlu memberi perharian kepada pemberdayaan langsung dan perhatian khusus terhadap pasar rempah.
“Plus program pemberdayaan sektor industri rempah yang ditujukan untuk menjaga keberlangsungan biodiversitas ekosistem rempah. Jangan lupa juga harus dilakukan pengembangan wisata berbasis rempah-rempah,” ungkap Fadly.
TAGS : Badan Riset Rempah Industri
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/64509/Pembentukan-Badan-Riset-dan-Momentum-Emas-Industri-Rempah/