“Kita coba dorong transportasi publik. Nanti tugas kami dengan Pemda DKI Jakarta dan lain-lain bagaimana bisa mengakselarasi lagi rencana Pemda agar yang di-cover bisa lebih banyak, bus listrik lebih banyak lagi dan sebagainya,” ujar dia dalam konferensi pers bertema “Penanganan Polusi Udara” yang digelar daring, Kamis.
Rachmat merujuk studi mengatakan polusi muncul sebagai hasil pembakaran yang tak sempurna dan debu yang kemudian diperparah dengan kondisi cuaca seperti kemarau, angin dan sebagainya.
Baca juga: TransJakarta gandeng lembaga ajak penumpang kurangi emisi karbon
Oleh karena itu, Pemerintah, sambung dia, fokus mengurangi aktivitas-aktivitas yang menimbulkan pembakaran dan debu ini, salah satunya dengan mendorong penggunaan lebih banyak kendaraan umum listrik.
Tak hanya kendaraan umum listrik, Rachmat juga mendorong masyarakat mau menggunakan kendaraan listrik. Menurut dia, Pemerintah telah meluncurkan berbagai program terkait ini termasuk memberikan bantuan Rp7 juta untuk setiap pembelian kendaraan motor listrik.
“Minggu depan akan keluar peraturan revisi yang memungkinkan semua orang selama dia punya KTP, usia 17 tahun bisa mendapatkan bantuan Pemerintah,” kata Rachmat.
Rachmat mengatakan, Pemerintah juga fokus pada upaya menjaga kesehatan masyarakat dari dampak buruk polusi udara. Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), kata dia, sebisa mungkin dilaksanakan. Kebijakan ini bukan saja mengurangi risiko orang-orang terpapar polusi tetapi juga pembakaran bersumber kendaraan pribadi.
“Kalau mobilitas berkurang, mobil dan motor di jalan juga akan berkurang. Mobil dan motor di jalan tidak perlu menyala lebih lama. Pembakaran yang terjadi di kendaraan pribadi akan berkurang,” demikian kata dia.
Dalam acara yang sama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengakui kondisi udara di Jakarta tidak baik-baik saja selama beberapa waktu terakhir. Dia mengatakan konsentrasi particulate matter (PM) 2.5 yang menjadi acuan masyarakat, angka tertinggi selama tahun 2023 ada di bulan Juli yakni 48,72 mikrogram.
“Kalau melihat dari sumber pencemarnya, kajian kami tahun 2020 menyatakan dari parameter yang berkontribusi dalam menurunnya kualitas udara Jakarta ada 7 parameter, sumber utama dari industri 61,96 persen, kemudian PM 10, PM 2.5 mayoritas dari transportasi,” kata Asep.
Kemudian untuk PM 2,5 mencapai 67.04 persen yang berasal dari transportasi.
“Sehingga memang sektor transportasi inilah merupakan memang penyumbang terbesar kondisi kualitas udara di Jakarta saat ini,” kata Asep.
Baca juga: TransJakarta operasikan 52 bus listrik untuk tekan polusi di DKI
Baca juga: FTUI produksi komponen bus listrik mandiri sebagai inovasi lingkungan
Baca juga: DKI adakan 100 bus listrik untuk kurangi polusi udara
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Credit: Source link