JAKARTA, KRJOGJA.com – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, reformasi di bidang pensiun merupakan salah satu bagian dari reformasi struktural yang harus dilakukan. Pencarian sistem pensiun yang baik menjadi sangat penting karena berhubungan erat dengan pekerja.
Dalam hal ini, pensiun berkaitan erat dengan jaminan sosial, baik pekerja di bidang pemerintahan maupun swasta. Saat ini terdapat 3 lembaga besar yang mengelola dana pensiun di Indonesia yaitu PT Taspen (Persero), pengelola dana pensiun aparatur sipil negara (ASN); PT Asabri (Persero), pengelola dana pensiun tentara, polisi dan ASN di Kementerian Pertahanan; serta BPJS-Ketenagakerjaan pengelola dana pekerja formal di sektor swasta. Selain itu, ada juga institusi swasta seperti Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
“Reformasi yang dapat mendorong negara kita mendapatkan prospek pertumbuhan menengah dan panjang adalah dengan reformasi pensiun, yang masih terus kita cari bentuknya. Karena walaupun dalam masa pandemi, reformasi struktural dalam bidang ekonomi sangat penting untuk dilakukan,” kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam acara webinar Internasional “Designing the Optimum Ecosystem of Pension” di Jakarta, Rabu (21/10).
Arah reformasi pensiun Kemenkeu yang memberi titik berat di antaranya pada eksposur APBN yang terkendali, sistem monitoring dan evaluasi dengan data yang intensif untuk pemerintah pusat dan daerah, adanya struktur insentif yang adil bagi penyelenggara dan peserta program agar bertindak sesuai dengan tanggung jawab serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta dukungan ekosistem yang baik bagi program pensiun sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem perlindungan sosial.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio N. Kacaribu mengatakan bahwa Indonesia sangat membutuhkan reformasi pensiun. Selain karena bonus demografi yang berangsur berkurang ke depan, hal ini disebabkan karakter manusia lanjut usia yang secara natural membutuhkan perhatian lebih untuk kelangsungan hidupnya.
Misalnya, lansia memiliki prevalensi disabilitas yang lebih tinggi, lebih rentan miskin, dan terekspos gangguan kesehatan yang besar. Untuk merespon keadaan ini, reformasi pensiun diperlukan untuk membangun sistem yang mampu menyeimbangkan antara keterjangkauan pembiayaan dan kecukupan manfaat, serta keberlanjutan program. Hal ini akan dilakukan melalui reformasi desain, tata kelola, transparansi, dan strategi alokasi aset kelolaan dana pensiun, serta penguatan dan penyempurnaan regulasi agar lebih harmonis. Apabila reformasi ini tidak dilaksanakan, dana pensiun Indonesia di 2045 hanya akan mencapai 13 persen PDB. (Lmg)
Credit: Source link