JawaPos.com – PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memastikan tidak ada lagi penjualan tiket on the spot di pelabuhan. Tujuannya, ingin mengadaptasi sistem ticketing seperti bandara dan stasiun kereta api serta menerapkan pengisian data diri penumpang saat memesan tiket.
Tapi, Pengamat transportasi nasional Bambang Haryo Soekartono menilai, langkah PT ASDP itu salah kaprah. Menurutnya, kebijakan tersebut justru akan mempersulit masyarakat menggunakan angkutan penyeberangan.
“Harusnya PT ASDP tahu fungsi angkutan penyeberangan adalah kepanjangan jalan raya seperti halnya jembatan atau jalan tol, yang setiap detik, menit, dan jam penumpang dan kendaraan bisa melakukan perjalanan menyeberang 24 jam non stop,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/5).
Bambang mengatakan, angkutan penyeberangan atau kapal feri berbeda dengan pesawat terbang, kereta api, atau kapal laut jarak jauh yang tidak selalu tersedia setiap saat. Sehingga penyeberangan seharusnya melayani penjualan tiket dengan kemudahan dan cepat.
Bila diberlakukan tiket online, lanjutnya, penyeberangan bisa menerapkan seperti halnya di jalan tol yang menggunakan e-Toll, yang bisa didapat dengan mudah tanpa aplikasi. Namun, untuk mendapatkan tiket online ASDP, masyarakat harus mengunduh dulu aplikasi di smartphone untuk setiap pembelian tiket. Sehingga mempersulit masyarakat yang saat ini masih banyak yang tidak melek terhadap teknologi.
Sebab sekitar 40 persen penduduk Indonesia berpendidikan SMP kebawah dan 20 persen belum mengenyam pendidikan. Demikian juga penggguna penyeberangan, sekitar 70 persen adalah masyarakat menengah ke bawah sehingga dipastikan akan kesulitan mengakses untuk mendapatkan tiket online.
“Apalagi aplikasi Ferizy itu mendapat review rendah dari pengguna di google play store. Bukti banyak keluhan masyarakat yang kesulitan menggunakan aplikasi tersebut untuk mendapatkan tiket, sehingga akhirnya mereka harus tetap menggunakan calo untuk mengakses aplikasi tersebut,” jelasnya.
Bambang Haryo juga mengakui, munculnya calo-calo yang jumlahnya kini ratusan bahkan ribuan terjadi di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni. Bahkan, hal itu sudah menjadi rahasia umum terkait kepengurusan satu tiket melalui calo-calo itu menjadi mahal.
Namun, setiap kali transaksi tiket online Ferizy dari ASDP, konsumen sudah dikenakan biaya administrasi Rp. 2.500. Biaya ini seharusnya tidak boleh diambil dari konsumen sebab pelayanan pembelian tiket sudah dibebankan kepada konsumen dengan membayar uang jasa kepelabuhanan yang cukup besar.
“Akibatnya, muncul ratusan kios penjual tiket yang mengais keuntungan dari tambahan biaya tiket di sekitar pelabuhan, kios-kios itu bukan travel agent resmi yang terdaftar di Kementerian Pariwisata,” ungkapnya.
Bambang membandingkan dengan sejumlah negara yang tetap menyediakan berbagai pilihan meskipun telah menerapkan tiket online, seperti di negara Eropa, Jepang, Filipina, termasuk negara kepulauan lainnya seperti Karibia, Yunani dan lainnya.
“Tiket penyeberangan tetap memberikan layanan penjualan secara cash walaupun mereka sudah melayani penjualan secara online untuk mempercepat pelayanan. Bahkan di Eropa, bila membeli secara online, harga tiket didiskon sebesar 50 persen bukan malah dibebankan biaya administrasi seperti di Ferizy ASDP,” tambahnya.
Ia menambahkan, pelayanan tiket online di ASDP harus dilakukan satu penyelidikan, karena banyak tiket hangus tak bertuan, penambahan biaya yang tidak lazim, menumbuh-suburkan sistem percaloan di penyeberangan dan menimbulkan kemacetan karena cenderung mempersulit konsumen. “Sudah seharusnya Satgas Pungli KPK, BPK, Kejaksaan dan YLKI perlu turun tangan, terutama untuk menyelidiki mitra kerja online PT ASDP,” ucapnya.
Bambang juga mendesak ASDP segera membenahi aplikasi Ferizy dan menggantinya dengan sistem yang lebih profesional dan mumpuni. ASDP juga harus bertanggung jawab menertibkan calo-calo di pelabuhan, serta menghapus tiket hangus dan biaya administrasi pembelian tiket online Rp 2.500 per transaksi karena biaya ini sudah dibebankan ke dalam biaya jasa kepelabuhanan.
“Mengingat masih banyaknya masalah tiket online ASDP, Menhub harus merevisi Permenhub No. 19 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tiket Angkutan Penyeberangan secara Elektronik, agar tidak merugikan masyarakat seperti saat ini,” pungkasnya.
Editor : Nurul Adriyana Salbiah
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link