JawaPos.com – Ketua Forum Lintas Asosiasi Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko memandang, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03 Tahun 2021 sebagai upaya menuju swasembada perlu dipertanyakan. Sebab, menurutnya, jika merujuk pada isi atau pasal-pasal yang tertuang dalam aturan tersebut, sama sekali tidak tersirat adanya spirit swasembada. Justru sebaliknya.
“Yang ada spirit melanggengkan praktik impor gula rafinasi. Setidaknya ada sejumlah pasal yang patut diduga justru memberikan karpet merah ke sejumlah perusahaan tertentu dan berupaya mematikan industri gula tanah air, UMKM, industri mamin (makanan dan minuman) khususnya di Jatim,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (17/5).
Ia menyebut, hal tersebut dapat dengan mudah teridentifikasi bahwa ada kepentingan kelompok tertentu yang diakomodasi dalam Permenperin tersebut. Misalnya, lanjutnya, soal bunyi Pasal 5 huruf a. Rekomendasi impor raw sugar hanya diberikan kepada PG yang memiliki Izin Usaha Industri (IUI) sebelum 25 Mei 2010.
“tu artinya adalah pasal tersebut seperti memberikan proteksi terhadap 11 anggota Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) yang dimiliki oleh 5 group. Apakah ini bukan semacam legalisasi kartel/oligopoli?” jelasnya.
Ia mengungkapkan, hal ini menyalahi UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 bahwa praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaran atas barang/jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.
Dwiatmoko juga menyoroti tiga poin yang disampaikan Menteri Perindustrian tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Pertama adalah untuk mengurangi potensi kebocoran.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link