Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman mengadakan Dialog Nasional Pengalihan Ibu Kota RI di Auditorium BPPT, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Jakarta, Jurnas.com – Salah satu kesulitan yang dihadapi perencana pusat maupun daerah dalam menghadapi isu pemindahan Ibu Kota Negara saat ini adalah persoalan data.
Demikian disampaikabln Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana, Bernardus Djonoputro, dalam Dialog Nasional Reindustrialisasi, Pengalihan Ibu Kota RI oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman di Auditorium BPPT, Jakarta, kemarin.
Bernadus melihat pemindahan Ibu Kota dari perspektif planologis terkait merencanakan kawasan Ibu Kota Negara.
“Indonesia merupakan salah satu brand global, dimana isu urbanisasi di Indonesia menjadi pembicaraan oleh semua praktisi dibidang perencanaan” ucap Bernard.
Menurutnya, dalam merencanakan pemindahan Ibu Kota perlu dilihat tantangan untuk perencanaan kawasan.
“Kita sedang bergerak dari agraris menuju negara maritim. Peralihan ini harusnya memberikan ruang, bisa diekspresikan kedalam pembangunan Ibu Kota baru” imbuh Bernard.
Bernard juga menambahkan bahwa pusat pemerintahan negara akan menjadi barometer. Terkait hal tersebut, pusat pemerintahan harus mencerminkan peradaban kita (bangsa Indonesia).
“40% dari warga kita yang tinggal di kota masih merasa bahwa kota-kota kita itu tidak nyaman. Dari indeks kenyamanan tinggal di kota, kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya dikategorikan pada kota mid-tier, atau kota rata-rata”.
Menurut Bernard, adanya hubungan antara luas kota, jumlah penduduk, dan kenyamanan tinggal tersebut. Ia berharap hal tersebut dapat menjadi usulan dan pertimbangan, bahwa pembangunan kota baru haruslah nyaman untuk ditinggali dengan berbagai kriteria yang ada.
“Saya kira dalam kita menyusun rencana kota baru, hal-hal ini bisa menjadi masukan yang penting” ujar Bernard.
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, pemindahan ibu kota negara telah dikaji sejak tahun2017.
“Ini kajiannya sudah mulai dari 1,5 tahun yang lalu, dari tahun 2017. Masih ada beberapa pendetailan yang harus dipastikan. Tapi tentu ini tidak lepas dari konteks pengembangan wilayah. Kita tahu terjadi ketimpangan antara jawa dan luar jawa, antara barat Indonesia dengan timur Indonesia. Kalau lihat dari penduduk, hampir 60% itu di Pulau Jawa. Sama juga dengan ekonomi, 58% PDB kita ada di Jawa” kata Virgiyanti.
Menurutnya, fokus kerja pemindahan Ibu Kota Negara adalah untuk meratakan pertumbuhan.
“Pemindahan Ibu Kota ini selain dalam konteks pengembangan wilayah, juga menambah dorongan untuk kita makin menyebarkan Indonesia sentris, atau pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia” tambah Virgi.
Menurutnya kota baru tersebut nantinya akan menjadi benchmark untuk merencanakan kota publik yang didorong oleh pemerintah dapat berhasil.
Virgi juga menambahkan bahwa telah terdapat usulan sektor apa saja yang dapat dikembangkan pada Ibu Kota baru, yaitu sektor convention, pendidikan, olahraga, dan budaya.
“Memang ini masih perlu persiapan dan pendalaman yang cukup panjang. Kita juga harus hati-hati dalam menyiapkan persiapan agar semua yang menjadi kecemasan kita, bisa pelan-pelan disiapkan langkahnya. Tentu perlu masukan dari semua pihak” ucap Virgi.
TAGS : Ibu Kota Negara pemindahan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/52853/Persoalan-Data-Persulit-Rencana-Pemindahan-Ibu-Kota-Negara/