JawaPos.com – Kondisi perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif yang menjadi pembatas teritorial Indonesia dan negara-negara tetangga sedang memanas beberapa waktu ini. Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dikabarkan sudah siap untuk membuat konsesi untuk memudahkan proses ZEE Indonesia-Vietnam.
Konsesi yang signifikan selama proses negosiasi untuk penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE Indonesia-Vietnam digunakan menyelesaikan argumen yang sudah berlangsung hingga puluhan tahun. Menurut pengamat maritim, hal ini tentu juga untuk menunjukkan prestasi diplomatik kepada dunia dan juga masyarakat Indonesia.
Dengan konsesi yang dilakukan pemerintah Indonesia, organisasi Serikat Nelayan Indonesia (SNI) menilai nelayan Indonesia akan menjadi pihak yang akan mendapatkan dampak, bahkan akan menjadi kubu yang paling dirugikan.
“Ini berarti Indonesia kehilangan wilayah, hak berdaulat kita dirugikan, daerah penangkapan ikan diperkecil sehingga sumber daya perikanan dikurangi, kehidupan nelayan kita akan lebih sulit,” ujar Budi Laksana, Sekjen SNI.
Perairan Indonesia memiliki potensi perikanan yang berlimpah, maka wilayah laut Indonesia bisa menjadi ladang pendapatan nasional yang berpotensi sangat besar untuk memperbaiki kehidupan ekonomi rakyat, khusus nelayan di pesisir laut.
Sementara, penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal sering terjadi.
Menurut data dari South China Sea Strategic Situation Probing Initiative (SCSPI), sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Beijing, kapal Vietnam yang masuk ke Laut China Selatan tercatat mencapai ribuan kapal. Dan ini sudah terjadi sejak tahun 2020. Pada masa pandemi Covid 19, kapal-kapal ilegal Vietnam masuk ke perairan Laut China Selatan dan juga teritori Indonesia mencapai angka 9 ribu kapal lebih.
Pada bulan Agustus, tercatat 4 kegiatan dari pemerintah Indonesia yang menangkap kapal-kapal ikan dari Vietnam yang tertangkap basah mengambil ikan dan hasil laut di perairan Laut Natuna. Kejadian penangkapan tersebut semuanya terjadi di Laut Natuna.
Kegiatan ilegal Vietnam ini masih terus berlanjut meski pemerintah Vietnam sudah mendapatkan peringatan “kartu kuning” dari Uni Eropa yang menjadi target pasar utama dari eksport ikan-ikan segar Vietnam. Namun peringatan tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah Vietnam.
Pemerintah Vietnam hanya mengatakan ingin menindak tegas para pelaku ilegal tersebut. Namun pada kenyataannya pemerintah Vietnam justru memberikan fasilitas kepada para nelayan, memberikan bantuan subsidi bahan bakar, pinjaman dan juga bantuan lainnya.
Klaim perairan Natuna yang disebut sebagai zona bebas, membuat Vietnam semakin merajalela untuk masuk ke zona ekonomi eksklusif Indonesia. Vietnam masih keras kepala dan tidak mau mengakui daerah teritori Indonesia meski sudah mendapatkan peringatan dari pemerintah Indonesia.
Untuk mengatasi permasalahan yang masih berlarut-larut dan sampai sekarang belum menemukan titik temu, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi berupaya segera menyelesaikan perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif dengan Vietnam pada tahun 2022.
Yulius Yohanes selaku Analis Hubungan Internasional mengatakan, di tengah negara-negara yang masih berjuang pada era Covid yang masih belum reda sepenuhnya, belum lagi dampak perang Rusia dan Ukraina, permasalahan energi, dan juga pangan, pemerintahan Jokowi tentu ingin memberikan “warisan politik” kepada PDI-P yang menjadi partai pengusung Jokowi pada pemilihan Presiden lalu, sehingga dipertimbangkan menjadikan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia –Vietnam sebagai pencapaian diplomatik yang luar biasa, ini kemungkinan besar menjadi sebab pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi bersedia membuat konsesi yang signifikan.
Dengan keras kepalanya Vietnam dan pertimbangan pemerintah tersebut, membuat Indonesia akhirnya memberikan konsesi dalam perundingan agar permasalahan cepat selesai. Namun, dalam permainan politik antara pemerintah Indonesia dan Vietnam, nasib nelayan Indonesia akan menjadi pihak yang mendapatkan dampaknya. Nelayan Indonesia akan menerima hasil yang cukup merugikan mereka. Belum lagi dengan permasalahan lain seperti di industri tambang yang bisa merugikan para pelaku industri di Indonesia tersebut.
“Ya, tuntutan dan kepentingan nelayan tak bisa diabaikan di dalamnya,” pungkas Budi Laksana.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Credit: Source link