JawaPos.com – Pemerintah terus berupaya meningkatkan penurunan emisi karbon. Ada banyak upaya untuk menyukseskan program itu supaya ketahanan energi nasional dapat terjaga.
Di antaranya dengan menggelorakan penggunaan energi baru dan terbarukan. Solusi lainnya dengan penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Storage and Utilization (CCUS). Akan tetapi, penerapan teknologi baru itu membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Menurut anggota Komisi VII DPR Mulyanto, pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk kegiatan produksi migas membutuhkan biaya besar. Sebab, peralatan yang diperlukan untuk implementasi masih harus impor. “Karena itu, perlu dukungan dan kemudahan atau fasilitasi dari pemerintah. (Insentif) itu perlu diberikan kepada investor,” ujar Mulyanto kepada wartawan, Senin (6/2).
Dia mengatakan, pemerintah dapat mengkaji seluruh opsi yang ada yang paling tepat dan efisien dengan mempertimbangkan semua faktor. “Tentu ini semua mempertimbangan kondisi industri migas yang produksinya saat ini sudah turun,” terang anggota Fraksi PKS itu.
Berdasar data SKK Migas, hingga akhir 2022 lifting minyak tercatat 612,3 MBOPD atau 87,1 persen dari target yang ditetapkan, 703 MBOPD. Capaian lifting minyak itu lebih rendah dari realisasi pada 2021 sebesar 660,3 MBOPD.
Untuk gas bumi, realisasi salur gas pada akhir 2022 tercatat sebesar 5.347 MMSCFD atau 92,2 persen dari target yang ditetapkan, 5.800 MMSCFD. Seperti halnya minyak bumi, capaian gas bumi pada 2022 pun berada di bawah realisasi 2021 sebesar 5.505 MMSCFD.
Berbeda halnya dengan realisasi investasi. Pada akhir 2022, realisasi investasi hulu migas tercatat sebesar USD 12,3 miliar atau 93 persen dari target USD 13,2 miliar. Nilai realisasi tersebut lebih tinggi daripada realisasi 2021 yang tercatat sebesar USD 10,9 miliar.
Di tempat lain, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara mengungkapkan, CCS/CCUS saat ini merupakan bagian penting dari operasi hulu migas, agar sektor itu dapat memainkan perannya yang signifikan selama era transisi energi.
Kegiatan produksi migas saat ini dan pada masa mendatang perlu dilakukan secara lebih bersih dan tepat pada lingkungan. Mengingat, tidak adanya jaminan bahwa transisi energi di suatu negara akan berlangsung dengan mulus.
“Industri hulu migas berperan sebagai penyangga ketika ternyata perjalanan menuju net zero emission (NZE) tidak semulus yang diperkirakan,” ungkap Benny Lubiantara.
Lebih lanjut dia mengatakan, inisiatif menerapkan CCS/CCUS merupakan upaya pelaku sektor hulu migas untuk dapat mengurangi emisi karbon yang ada. Dia mengakui CCUS akan lebih menarik. Karena, ada faktor “Utilization” yang artinya berdampak terhadap adanya peningkatan recovery factor dari reservoir migas yang diinjeksikan CO2.
Namun masalahnya tidak semua reservoir migas yang ada dapat ditingkatkan recovery factor-nya, sehingga tidak semua proyek dapat berupa CCUS.
“Ke depan, dengan adanya deklarasi NZE oleh hampir semua perusahaan migas di dunia implementasi CCS/CCUS menjadi suatu keharusan dalam proyek pengembangan lapangan migas. Semua PoD (Planning of Development) dipastikan memasukkan inisiatif ini dalam lingkup pekerjaan yang ada,” ujarnya.
Benny menegaskan, bagi pelaku sektor hulu migas hal yang mendesak saat ini adalah diberikannya kepastian pengakuan bahwa kegiatan CCS/CCUS termasuk dalam bagian dari kegiatan industri hulu migas. Hal ini penting guna memastikan biaya yang dibutuhkan untuk implementasi CCS/CCUS dapat dibebankan ke dalam biaya operasi migas.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), emisi karbon yang bersumber dari sektor migas mencapai sekitar 44 juta ton CO2e pada 2030, sebagai imbas peningkatan produksi migas nasional sesuai target 1 MBOPD minyak bumi dan dan 12 BSCFD gas bumi. Sedangkan hingga 2060, total emisi dari sektor migas diperkirakan mencapai 1.149 juta ton CO2e, yaitu terdiri dari 659 juta ton CO2e sektor hulu dan 490 juta ton CO2e sektor hilir.
Saat ini, Kementerian ESDM sedang menyusun peraturan terkait implementasi CCS/CCUS dan merekomendasikan kepada Kementerian terkait lainnya agar KKKS mendapatkan insentif mengingat investasi CCS/CCUS masih sangat mahal. Sebagai contoh, investasi CCS/CCUS pada proyek LNG Abadi di Blok Masela diketahui mencapai USD 1,2–1,4 juta. Pada tahap awal, CCUS baru diterapkan pada tiga proyek migas lain yakni Lapangan Gundih, Sukowati, dan Tangguh.
Credit: Source link