Ilustrasi BBM (foto: camargus)
Jakarta – Meski mendapat apresiasi program Presiden Jokowi soal BBM satu harga di Papua, hingga saat ini masih mengalami masalah. Sebab, program BBM satu harga tersebut masih perlu kontrol dari pemerintah.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Carles Simaremare mengatakan, program tersebut sangat berpihak kepada masyarakat di pedalaman, khususnya wilayah pegunungan tengah Provinsi Papua.
“Patut kita apresiasi, tindak lanjut dari program BBM satu harga, sudah ada lembaga penyalur Agen Premium Minyak Solar (APMS) di delapan kabupaten. Jadi kalau mau beli BBM, belilah di lembaga penyalur,” kata Carles, melalui rilisnya, Jakarta, Jumat (12/1).
Namun, kata Carles, sejak digulirkan pada 2016, banyak yang mempertanyakan implementasi program tersebut dan apakah harga BBM yang ada di pegunungan Papua sudah sama seperti di daerah lain?
“Kami sering ditanyakan mengenai kesuksesan program ini. Untuk itu kami ingin mendengar dari berbagai pihak, termasuk para lembaga penyalur dan dari Pertamina sendiri, ternyata banyak masalah yang dihadapi,” katanya.
Menurut Senator asal Papua itu, usaha Pertamina untuk mensosialisasikan program BBM satu harga dan mengenai tanggung jawab perusahaan tersebut dalam mendistrusikan BBM, masih perlu dibantu banyak pihak, terutama pemerintah daerah.
“Masalah utama adalah merubah pola pikir masyarakat yang menganggap dengan BBM Satu Harga maka dimana pun kita membeli BBM maka harganya sama seperti di SPBU,” katanya.
Faktanya ujar dia, tanggung jawab Pertamina hanya sampai di lembaga penyalur (APMS). “Kalau sudah lewat dari situ bukan kewenangan Pertamina, tidak tahu kewenangannya siapa? Pemerintah daerah pun banyak yang lepas tangan sehingga harga BBM eceran susah terkontrol,” ungkap Carles.
Karena itu, peraih suara terbanyak di Papua pada pemilu legislatif DPD RI tahun 2014 ini berjanji akan berusaha mendorong Pemerintah Daerah yang menjadi sasaran implementasi program BBM Satu Harga untuk mengeluarkan aturan guna membatasi harga BBM eceran yang dibutuhkan masyarakat Papua.
“Banyak hal yang perlu disinergikan yang terbangun antara Pertamina, pemerintah daerah dan aparat, supaya harga BBM (khususnya eceran) bisa terkendali. Mungkin pemerintah daerah membuat SK Bupati mengenai batasan harga di tingkat eceran, jadi tidak seenak-enaknya,” saran anggota Komite III DPD RI itu.
Menurut dia, keinginan Presiden Jokowi untuk mewujudkan sila kelima dari Pancasila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, termasuk dengan membuat program BBM satu harga, harus didukung semua pihak karena sangat membantu masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
“Dengan pertemuan ini kami akan tindaklanjuti dengan mengundang delapan kabupaten tersebut untuk duduk bersama guna menyatukan pandangan dan langkah yang harus kita buat bersama agar harga BBM bisa terkendali karena ini berdampak pada harga kebutuhan lainnya,” imbuh Carles.
Sebagai informasi, Kamis (11/1/2018), Carles Simaremare mendatangi Kantor PT. Pertamina MOR VIII Maluku-Papua untuk mendengar pelaksanaan BBM Satu Harga.
Dalam kesempatan tersebut ia ditemui oleh Pejabat Sementara General Manager Pertamina MOR VIII Dian Adi Setyoko, Manager Fuel Retail Mareketing Pertamina MOR VIII Zibali Hisbul Masih, Manager Humas dan CSR Eko kristiawan, dan beberapa pemilik lembaga penyalur (APMS) yang menjadi titik penyaluran BBM Satu Harga.
TAGS : Presiden Jokowi BBM Satu Harga Papua
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/27719/Program-BBM-Satu-Harga-di-Papua-Masih-Bermasalah/