Ilustrasi Hukum
Jakarta, Jurnas.com – Pengamat Politik dan Hukum, Standar Kiaa Latief mengatakan, langkah Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan putusan kasasi terhadap PT Salve Veritate yang merupakan perusahaan dari tersangka Benny Tabalajun patut dipertanyakan.
Kiaa menduga ada yang ditutup-tutupi dalam putusan MA terhadap PT Salve Veritate, sehingga patut diduga adanya permainan dalam memenangkan putusan tersebut. Terlebih Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah membatalkan SHGB PT Salve Veritate.
“Kalau dilihat dari penetapan PTUN yang memenangkan pihak korban Abdul Halim, dan surat BPN telah membatalkan serta penetapan tersangka terhadap pimpinan PT Salve Veritate yang menjadi pelaku pemalsuan sertifikat, harusnya MA mempertimbangkan untuk memenangkan PT Salve yang dimiliki tersangka,” kata Kiaa.
Ia menilai ranah hukum peradilan saat ini rentan dengan mafia peradilan dan mafia hukum, pasalnya banyak pihak yang dirugikan akibat ulah oknum atau mafia peradilan tersebut.
Kiaa meminta agar korban yang mengaku dirugikan atasan putusan MA untuk melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial (KY). Ia juga meminta Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan putusan yang memenangkan PT Salve tersebut .
“Harusnya MA menangkan pihak korban yakni Abdul Halim bukan malah menangkan PT Salve yang sudah jelas status pemiliknya sebagai tersangka pemalsuan akta tanah yang diproses hukum,” ungkapnya.
Senator ProDem ini mengungkapkan, kasus mafia peradilan atau mafia hukum saat ini semakin merajarela, sehingga banyak pihak yang korban atau penggugat mengalami kerugian akibat ulah mereka.
“Putusan MA harus dipertanyakan apa alasannya bisa memenangkan putusan pihak PT Salve yang pimpinannya menjadi tersangka penipuan akta aoutentik,” ujarnya.
Kiaa menyebut kasus ini menambah panjang bukti-bukti, bahwa mafia tanah telah berakar dalam tata kelola pertanahan di Indonesia. Pola pemalsuan tersebut adalah modus yg selalu terjadi karena lemahnya penegakan hukum pertanahan.
“Hal tersebut juga cermin indikasi kuat adanya “persekongkolan jahat” di lingkungan instansi pemangku kebijakan pertanahan. Mulai dari struktur birokrasi paling dasar (tingkat kelurahan) sampai ke tingkat Badan Pertanahan Nasional,” tegasnya.
Bagaimana mungkin di atas tanah yang bukan milik bisa terbit sejumlah SHGB. Terbitnya akta tanah sejatinya harus ada alas hak dan sejumlah dokumen prinsip yang menjadi dasar penerbitan akta, baik berupa SHM ataupun SHGB.
Kalau di atas tanah seluas 52.649 meter persegi bisa timbul SHGB atas nama sebuah badan hukum (PT Salve Veritate) yang bukan miliknya, berarti telah terjadi pemalsuan sejumlah dokumen prinsip yang dijadikan sebagai alas hak guna penerbitan SHGB tersebut.
“Maka patut diduga kuat, bahwa telah terjadi persekongkolan jahat para pihak pemangku kebijakan di masing” struktur birokrasi terkait kepentingan “melegalisasi” objek tanah milik Abdul Halim,” tuturnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah, yaitu Benny Simon Tabalajun selaku pimpinan PT Salve Veritate dan rekannya, Achamd Djufri.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP M Gofur mengatakan penyelidikan kasus itu bermula dari laporan polisi yang diterima pada 2018 lalu. Laporan itu terdaftar dengan nomor laporan LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018.
“Sudah selesai dan terlapor juga sudah dijadikan tersangka,” kata Gofur dalam keterangannya, Senin (25/5/2020).
Kasus ini bermula dari persoalan sengketa tanah seluas 52.649 meter persegi di Kampung Baru RT09/08, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung Kota, Jakarta Timur antara pelapor Abdul Halim dan tersangka Benny.
TAGS : Putusan MA PT Salve Veritate Standar Kiaa Latief
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/74150/Putusan-MA-Soal-PT-Salve-Veritate-Diduga-Abaikan-Proses-Hukum/