JawaPos.com – Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumha) Hendra Kurnia menyampaikan bahwa setiap penyusunan regulasi harus berdaulat dan bebas dari intervensi pihak manapun. Hal ini ia sampaikan menanggapi rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Hendra menjelaskan, intervensi, terlebih dari lembaga asing, tidak boleh menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan sebuah regulasi. Menurutnya, negara memiliki kewenangan penuh dalam mengatur kebijakan yang sesuai dengan kepentingan nasional.
“Dalam mengubah suatu kebijakan, adanya intervensi melalui tekanan atau keinginan asing tidak boleh menjadi pertimbangan utama. Tetapi pertimbangannya adalah kebijaksanaan serta pandangan akademisi yang netral dan sesuai dengan perundang-undangan,” ujar Hendra dalam FGD UNJANI bertajuk Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global yang Berdaulat-Studi Kasus Regulasi Tembakau di Indonesia belum lama ini.
Alih-alih mempertimbangkan dorongan asing, lanjut Hendra, pelibatan seluruh pemangku kepentingan harus menjadi tahap penting yang harus dilakukan dalam merumuskan kebijakan yang baik. Semua pihak yang berkepentingan, menurut Hendra, baik yang mendukung ataupun menolak, terlebih yang akan terdampak, harus dilibatkan dalam setiap tahapannya.
“Dalam perumusan suatu kebijakan, tidak boleh (hanya melibatkan) kementerian atau sektor mendukung saja, tetapi juga kementerian lain yang memiliki kepentingan terhadap PP tersebut. Terlebih bila peraturan tersebut sifatnya strategis. Tujuannya supaya substansi yang akan diatur dalam perubahan PP 109/2012 bisa menjadi lebih komprehensif dari yang diatur saat ini,” tegas Hendra.
Hendra juga menjelaskan bahwa sejak awal tahapan perumusan kebijakan, masyarakat harus dilibatkan demi menjaga kualitas substansi dari regulasi sehingga lebih objektif. Secara teknis, naskah rancangan regulasi tersebut harus disampaikan secara transparan dan terbuka sehingga seluruh pemangku kepentingan bisa memberikan masukan.
“Ada 3 parameter dalam proses pembentukan peraturan. Pertama, masyarakat harus didengar semua masukannya, terutama mereka yang terdampak langsung dari kebijakan tersebut. Kedua, masukan masyarakat juga harus dipertimbangkan, apakah bisa diterima atau tidak. Yang terakhir, ada hak (masyarakat) untuk menerima penjelasan,” jelas Hendra.
Hendra menegaskan, dalam perumusan kebijakan, hal-hal tersebut harus konsisten dijalankan. Kaitannya dengan usulan revisi PP 109/2012, pasti menuai pro dan kontra.
Oleh karena itu, ia mendorong agar setiap pihak yang berkepentingan tidak mengutamakan ego sektoralnya masing-masing. Semuanya harus bersama-sama mencari solusi pengaturan terbaik.
Dalam hal ini, Kemenkumham berperan dalam mengharmonisasikan peraturan agar objektif, tidak bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi dan tidak mendiskriminasi salah satu pihak. Dalam forum yang sama, Ketua Umum Pakta Konsumen Andi Kartala meminta agar pemerintah melibatkan konsumen dalam setiap perumusan regulasi pertembakauan di Indonesia.
Menurut Andi, konsumen tembakau sering kali didiskriminasi. Padahal, konsumen menjadi salah satu pihak yang paling terdampak dengan adanya berbagai aturan soal tembakau.
“Kami berharap setiap regulasi, mohon libatkan kami sebagai konsumen. Karena bicara cukai dan pajak, itu sumbangannya dari kami. Mohon libatkan kami sebagai konsumen sehingga akan menjadi regulasi yang berkeadilan,” ujar Andi.
Andi juga mengeluhkan bahwa konsumen tembakau tidak memiliki perlindungan hukum yang kuat, sehingga menjadi pihak yang paling dirugikan akibat peraturan yang mengekang dan tidak memberikan solusi yang konkret. Padahal, tembakau adalah produk yang legal di Indonesia.
Menurutnya, konsumen tidak anti-regulasi. Asalkan, peraturan tersebut juga mengakomodasi dan melindungi kepentingan konsumen tembakau.
Credit: Source link