Diskusi Vox Point Indonesia
Jakarta, Jurnas.com – Rekonsiliasi antar dua kekuatan politik dalam Pilpres 2019 menjadi contoh baik bagi anak bangsa, sekaligus wujud kedewasaan demokrasi di Indonesia.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia Yohanes Handojo Budhisedjati mengatakan, rekonsiliasi politik yang ditandai dengan pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto adalah contoh baik yang ditunjukkan negarawan sejati.
“Setelah bertarung habis-habisan dalam pilpres, maka selesai laga kita bersalaman dan bersatu. Sama seperti atlet olahraga, habis pertandingan ya salaman. Itu namanya sportif,” jelas Handojo dalam diskusi bertema Rekonsiliasi Bagi-bagi Jatah? yang digelar Vox Point Indonesia di Sanggar Prativi, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Diskusi itu menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon, Politikus Partai Gerindra Andre Rosiade, serta Pengamat Politik dari Polltracking Institute Hanta Yuda.
Menurut Handojo, ketika rekonsiliasi ini sudah terjadi, maka tentu banyak pertanyaan apakah tujuannya adalah bagi-bagi kue jabatan? Maka Handojo menilai berbagi tugas dan jabatan itu adalah keniscayaan bagi dunia politik.
“Indonesia ini kan negara besar. Tak mungkin diurus sendiri-sendiri. Maka harus bersama-sama. Inilah perlunya rekonsiliasi,” lanjut Handojo.
Pada diskusi itu, penganat politik dari Polltracking Institute Hanta Yuda menyebut, ada empat bentuk atau medan koalisi dalam peta politik Indonesia. Pertama koalisi pilpres yang sudah selesai pasca-keputusan MK dan KPU. Kemudian koalisi pemilihan pimpinan MPR dan DPR yang akan datang, koalisi pendukung pemerintahan dalam bentuk jatah kabinet, serta koalisi menuju Pemilu 2024.
Kata Hanta, yang menarik adalah proses perubahan sikap dalan peralihan medan koalisi. Bagaimana misalnya ketika Ketum NasDem Surya Paloh bertemu dengan Anies Baswedan.
“Itu saya lihat bukan karena NasDem betul-betul akan mencapreskan Anies. Tapi pak SP mengirim pesan, anda kalau mau ngajak partai lain jangan sendiri-sendiri dong. Ajak Nasdem dan lain-lainnya juga. Kira-kira begitu,” jelas Hanta.
Ia berharap, partai politik sebaiknya tak perlu malu-malu bicara kursi jabatan. Entah menteri, pimpinan MPR, DPR dan lainnya. Tak perlu terlaku basa-basi bicara demi bangsa dan negara, tapi ujung-ujungnya sama saja.
“Tak ada yang salah dalam merebut kursi kekuasaan. Namanya saja parpol, enggak ada salahnya kok, kalau misalnya Gerindra, PAN, Demokrat gabung pemerintahan,” ucapnya.
Kata Hanta, sekarang kekuatan Jokowi sebenarnya sudah cukup dengan komposisi di parlemen 60:40. Itu sudah pas dan cocok dengan menyisakan 40 persen untuk kontrol pemerintahan.
“Tetapi ada hitungan lain. Pak Jokowi kalau pendukung pemerintahan 60 persen. Sementara suara PDIP saja sudah 22 persen, maka Pak Jokowi akan tergantung pada sikap satu partai,” jelasnya.
Kapan pun PDIP tarik dukungan pada pemerintahan, jelas Hanta, maka Jokowi akan lemah dan tak akan cukup untuk membuat kebijakan. Oleh sebab itu, kalau Jokowi tak mau tergantung sama satu partai tertentu saja, maka perlu tarik Gerindra ataupun Demokrat, dan NasDem.
“Apalagi kalau Demokrat dengan SBY masuk. Selesai sudah. Tinggal PKS bernyanyi sendiri. Jangam tinggalkan aku sendiri judulnya,” kata Hanta.
Pada diskusi sama, Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, demokrasi butuk chacknand balancing antara pemerintah dan oposisi. Karena itu, tak semua partai harus berada dan ikut dalam perahu kekuasaan eksekutif.
“Demokrasi yang sehat tentu butuh pihak yang ada di luar kekuasaan,” jelasnya.
Adapun Politikus Partai Gerindra Andre Rosadi mengatakan bahwa saat Prabowo dan Jokowi bertemu, tak ada bicara bagi-bagi kursi Pimpinan MPR, atau lainnya. Tapi Gerindra juga tidak munafik, sebagai peraih suara kedua terbanyak dalam pemilu, wajar jika mendapat kesempatan menduduki salah satu pimimpinan MPR.
“Dan kami tentu akan mencalonkan kader terbaik kami untuk itu. Tapi kami enggak pernah mensyarakatkan harus atau wajib. Karena dalam penentuan kursi pimpinan MPR itu sistemnya paket,” jelasnya.
Selain itu, kata Andre, rekonsiliasi Pasca-Pilpres sangat penting, dan ketika Jokowi dan Prabowo bertemu, tidak lain karena ingin membangun bangsa bersama-sama.
“Kami punya konsep kedaulatan pangan, kedaulatan energi, bagaimana agar BUMN bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Silahkan bapak Jokowi kalau program kami diadopsi. Silahkan. Tapi Pak Prabiwo tak pernah minta-minta jabatan,” katanya.
“Pak Prabowo Sandi tidak butuh nyari pekerjaan, tak butuh nyari pangging buat 2024. Yang kami tawarkan adalah konsepsi. Bukan minta-minta jabatan,” tegasnya.
TAGS : Vox Point Indonesia Rekonsiliasi Bagi-bagi jabatan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/56947/Rekonsiliasi-dan-Bagi-bagi-Kue-Adalah-Keniscayaan/