Presiden Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di Bali
Jakarta, Jurnas.com – Presiden Jokowi menegaskan bahwa Revisi UU KPK adalah usulan inisiatif DPR, dan selanjutnya akan dibahas bersama pemerintah.
Terkait draf RUU yang telah dibahas DPR, Jokowi mengatakan ada beberapa perbedaan dan silang pendapat terhadap substansi masalah yang ada.
“Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK,” ujar Jokowi, Jumat (13/9/2019).
Yang pertama, kata Jokowi, ia tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.
“Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” jelas Jokowi.
Yang kedua, Jokowi juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja.
Bagi Jokowi, penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya.
“Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar,” ungkapnya.
Adapun yang ketiga, Jokowi tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.
Ketidaksetujuan Jokowi dengan DPR yang keempat, adalah perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain.
“Tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” ungkapnya.
Terhadap beberapa isu lain, Jokowi juga memberikan catatan dan mempunyai pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR.
Perihal keberadaan Dewan Pengawas, Presiden Jokowi menilai ini memang perlu karena semua lembaga negara: Presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip checks and balances, saling mengawasi.
Bagi Jokowi, Dewan pengawas ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan.
“Jadi misalnya kayak Presiden, Presiden saja diawasi. Diperiksa BPK dan juga diawasi oleh DPR. Jadi kalau ada Dewan Pengawas saya kira itu sesuatu yang juga wajar dalam proses tata kelola yang baik,” ujarnya.
Oleh karena itu, tegas Jokowi, di internal KPK juga perlu adanya Dewan Pengawas, tapi anggota Dewan Pengawas ini diambil dari tokoh masyarakat, dari akademisi, ataupun pegiat antikorupsi.
“Bukan dari politisi, bukan dari birokrat, maupun dari aparat penegak hukum aktif,” katanya.
Lantas, terkait pengangkatan anggota Dewan Pengawas, Jokowi menilai ini dilakukan oleh Presiden dan dijaring melalui panitia seleksi. Ia ingin memastikan tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap dapat menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya Dewan Pengawas.
Yang kedua, terhadap keberadaan SP3. Jokowi menilai diperlukan sebab penegakan hukum juga harus tetap menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) dan juga untuk memberikan kepastian hukum.
Jika RUU inisiatif DPR memberikan batas waktu maksimal 1 tahun dalam pemberian SP3, kata Jokowi, maka Pemerintah meminta ditingkatkan menjadi 2 tahun supaya memberi waktu yang memadai bagi KPK.
“Yang penting ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan,” jelasnya.
Kemudian yang ketiga, terkait pegawai KPK. Jokowi menilai Pegawai KPK adalah aparatur sipil negara, yaitu PNS atau P3K. Hal ini juga terjadi di lembaga-lembaga lainnya yang mandiri seperti MA, MK, dan juga lembaga-lembaga independen lainnya seperti KPU, Bawaslu.
“Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu masa transisi yang memadai dan dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya mengikuti proses transisi menjadi ASN,” jelas Jokowi.
TAGS : Revisi UU KPK Pelemahan KPK
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/59239/Revisi-UU-KPK-Jokowi-dan-DPR-Berbeda-Pandangan-Substansial/