JawaPos.com – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan ada tiga exit strategies yang disiapkan pemerintah untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi global tahun depan. Ini penting bagi Indonesia agar menemukan sumber pertumbuhan baru dan bisa melanjutkan reformasi struktural termasuk pembangunan infrastruktur.
Tiga exit strategies itu, terdiri dari bagaimana APBN dapat kembali ke level defisit sebelum pandemi; kedua, bagaimana Bank Sentral dapat mendapatkan likuiditas dari luar sistem setelah penempatan yang besar selama periode pandemi. Ketiga, bagaimana Indonesia mengembalikan kebijakan prudential supervisory yang biasanya dilakukan relaksasi selama pandemi.
“Ketiga exit strategies tersebut perlu dikoordinasikan, termasuk dukungan dari mitra pembangunan, dan dikomunikasikan dengan baik, serta perlu untuk menjaga diskusi dengan negara lain mengenai exit strategy yang memadai,” kata Suahasil dalam keterangan tertulis, Minggu (23/10).
Ia menjelaskan, tiga exit strategies juga sejalan dengan komitmen para menteri untuk menjaga inflasi guna mengurangi peningkatan biaya hidup dan kemiskinan. Sebagaimana telah disepakati dalam Pertemuan Para Menteri Keuangan ke-29 (The 29th APEC FMM) di Bangkok, Thailand pada tanggal 20 Oktober 2022.
Selain meminimalkan dampak inflasi, Wamenkeu juga mengatakan, para menteri berkomitmen untuk menjaga perdagangan tetap terbuka sambil melindungi orang dari kebangkitan Covid-19 atau pandemi lain di masa depan. Para menteri juga menyampaikan pandangan masing-masing mengenai tantangan ekonomi makro yang meningkat dan dampaknya terhadap volatilitas harga energi dan pangan.
Tekanan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas telah menyebabkan risiko pelemahan ekonomi. Untuk itu, APEC perlu memikirkan bagaimana mengarahkan langkah-langkah stimulus dari Covid-19 guna mendorong pertumbuhan jangka panjang sambil menjaga kesinambungan fiskal.
“Para menteri mengeksplorasi berbagai langkah kebijakan untuk lebih mempromosikan digitalisasi ekonomi dan pembiayaan keberlanjutan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk melalui kebijakan fiskal, rezim perpajakan, program redistribusi, insentif investasi, memanfaatkan digitalisasi, dan mengejar pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.
IMF memprediksi ekonomi global akan tumbuh sebesar 3,2 persen pada 2022. Sementara untuk kawasan APEC, ekonomi diproyeksikan turun menjadi 2,5 persen tahun ini, serupa dengan proyeksi dari APEC Policy Support Unit.
Sementara itu, pada Keketuaan APEC 2022, lanjutnya, Thailand mengusung dua agenda prioritas untuk jalur keuangan, yaitu pembiayaan berkelanjutan dan ekonomi digital. Dalam sambutan pembukaannya, Menteri Arkhom menyampaikan bahwa digitalisasi terbukti menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan, terutama di lingkungan global yang semakin meningkat.
Akan tetapi, pertumbuhan tersebut seharusnya tidak mengorbankan lingkungan yang memburuk secara signifikan. Untuk itu, pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi agenda global, termasuk di kawasan APEC.
Selain menerapkan tiga exit strategies, Indonesia juga akan terus melanjutkan komitmen untuk menurunkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal. Target tersebut akan dilakukan bekerja sama dengan ADB melalui pembentukan Energy Transition Mechanism (ETM) country platform dan rencana penerapan peraturan perpajakan baru yang mencakup pajak karbon.
Lebih lanjut, Indonesia juga menyampaikan dukungannya terhadap agenda prioritas Thailand untuk pembiayaan berkelanjutan. “Indonesia baru saja memperbaharui National Determined Contribution (NDC) menjadi 31,89 persen dengan sumber daya domestik dan 43,2 persen dengan dukungan internasional,” pungkasnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link