Menahan diri untuk tidak membagikan momen si kecil ke media sosial memang tidak mudah. Ada saja tingkah menggemaskan anak yang menarik untuk didokumentasikan. Sekali dua kali tidak masalah, terlalu sering tidak baik. Ingat bahaya yang mengintai keselamatan anak dan jejak digital yang sulit dihapus, Bun!
—
’’ADA survei yang menyatakan bahwa sebenarnya susah meminta orang tua untuk tidak meng-upload foto. Sebab, 84 persen dari ibu dan 70 persen dari ayah menggunakan media sosial dan mereka sering kali menge-share foto keluarganya,’’ ungkap Pritta Tyas M. MPsi, psikolog klinis dan keluarga, kepada Jawa Pos Jumat (29/7).
Orang tua yang akun media sosialnya terbuka untuk publik perlu lebih berhati-hati dan bijak dalam memilah posting-an anak. Begitu foto terunggah di media sosial, jejak digitalnya akan terus terekam. Membubuhkan watermark pada foto bisa menjadi alternatif cara. Cara lainnya adalah menjadikan akun privat atau memanfaatkan fitur close friend di Instagram.
’’Meskipun itu masih bisa diakali lagi, ya kalau memang seseorang niat untuk mencuri foto, paling tidak penggunaan watermark ini bisa membantu menandakan kalau foto itu milik kita,’’ imbuh co-founder @bnmontessori dan @goodenoughparents.id tersebut.
Pritta mengimbau untuk tidak mencantumkan lokasi foto diambil. Apalagi jika langsung mengunggahnya pada hari yang sama. Hal itu bisa memudahkan orang yang berniat jahat seperti penculikan anak. ’’Misalnya, lagi liburan di hotel atau vila, hindari upload di real time saat itu juga dan tag lokasinya, padahal masih menginap di situ. Sebaiknya late post saja,’’ ujarnya.
Jika anak sudah bersekolah, lanjut Pritta, pastikan badge sekolahnya tersensor. Data pribadi seperti alamat sekolah dan rumah sebaiknya tidak masuk posting-an media sosial. ’’Dan kalau misal anak ulang tahun, sebaiknya late post karena kalau di-upload pas tanggal lahirnya, orang jadi tahu tanggal lahir si anak. Padahal, tanggal lahir itu sering kita pakai buat kode password atau PIN tertentu,’’ tutur Pritta.
Di ranah online, anak tidak luput dari ancaman kekerasan berbasis gender online (KBGO). Karena itu, sebagian orang tua memilih mengunggah foto tanpa menunjukkan wajah anak atau menyensornya. Maraknya kasus KBGO pada anak membuat Clarissa Savirra lebih aware.
’’Kita tidak bisa percaya 100 persen followers di media sosial. Jadi, saya selalu pastikan tidak ada unsur yang mengundang orang untuk melakukan kejahatan. Misalnya, tidak mem-posting saat anak mandi atau memakai baju terlalu terbuka; tidak membagikan lokasi yang sering dikunjungi anak, kecuali late post,” ungkapnya.
Hal serupa dilakukan Yovianda Rachmaulya yang menaruh concern pada privasi dan hak sang anak. Dia juga mempertimbangkan perasaan pasangan lain yang belum dikaruniai buah hati.
’’Saya dan suami sepakat tidak posting anak di media sosial karena anak punya hak untuk memilih mau diekspos atau tidak. Sejauh ini, saya ada posting, tapi wajahnya tidak terlihat. Juga, saat pakai baju yang pantas, bukan pakai pamper saja,’’ jelas Yovianda.
Pritta membenarkan tindakan tersebut. ’’Kalau perlu, jelaskan bahwa ketika itu di-upload, akan banyak orang yang bisa melihat fotonya. Ada nih ortu yang anaknya lagi nangis, tantrum, atau menolak melakukan sesuatu, terus direkam dan di-upload. Jangan ya, karena akan menimbulkan shamming,” terang Pritta.
Dampak psikologis tersebut bergantung pada persepsi anak. Tidak melulu bermakna negatif. Bagi anak yang gemar bergaya dan bersedia fotonya diunggah, itu akan meningkatkan kepercayaan dirinya.
’’Tidak apa-apa selama pose fotonya aman sesuai umur. Yang pasti, kalau anak ini sudah bisa diajak ngobrol, wajib hukumnya meminta izin atau dengan consent,” tegasnya.
WASPADA BAHAYA MENGINTAI DARI POSTING FOTO ANAK DI MEDSOS
• Kekerasan berbasis gender online (KBGO)
• Penculikan anak dan penjualan bayi
• Pencurian identitas
• Dijadikan profil palsu
• Bahan lelucon atau meme
Do’s n Don’ts
Do’s
– Pastikan anak mengenakan pakaian yang pantas
– Membubuhkan watermark pada foto
– Mengunggah secara late post (contoh: posting foto liburan anak saat sudah kembali ke rumah)
– Meminta persetujuan anak sebelum posting
– Memberikan stiker pada wajah anak lain yang masuk frame, terlebih jika belum dapat persetujuan ortu anak tersebut
Don’ts
– Menampilkan atau menge-tag lokasi yang rutin dikunjungi anak (contoh: alamat rumah, nama dan lokasi sekolah, serta tempat les)
– Menyebutkan detail dan rutinitas (misalnya: tanggal lahir dan jam sekolah atau les)
– Mem-posting foto yang terlihat bagian privat anak meskipun masih bayi
– Unggah foto/video anak dalam situasi yang tidak nyaman baginya (contoh: menangis atau hal-hal yang membuatnya malu)
Credit: Source link