JawaPos.com – Pemerintah terus berupaya untuk mengembalikan kondisi perekonomian nasional imbas hantaman pandemi Covid-18. Dunia usaha tengah menghadapi kesulitan dalam menjalankan bisnisnya akibat dari aktivitas masyarakat yang terbatas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut saat ini dunia usaha diliputi keragu-raguan dalam mengembangkan bisnisnya. Hal tersebut tercermin dari nyaris tak adanya pertumbuhan penyaluran kredit perbankan. Bahkan, pertumbuhan kredit hampir di level nol persen atau bahkan negatif. Jika pertumbuhan kredit lemah, maka tidak dapat mendorong perekonomian nasional. Sebab tidak mungkin APBN bekerja sendirian.
Sri Mulyani menjelaskan, tidak adanya pertumbuhan kredit menjadi peringatan tanda bahaya. Bahkan, dia menyebut kondisi dunia usaha sedang tidak bergerak. Sehingga, pemerintah harus terus berupaya dalam mendorong sektor-sektor keuangan dan korporasi kembali bisa melakukan bisnisnya.
“Secara hati-hati, namun harus mulai pulih, karena kalau terlalu lama dia pingsan ekonominya juga pingsan,” ujarnya dalam video conference, Selasa (8/12).
Sri Mulyani menekankan, dunia usaha baik korporasi maupun perbankan harus segera siuman. Sebab, jika tidak akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Dalam hal ini, peran perbankan sangat diperlukan dan para pengusaha harus mulai berani mengambil kredit.
“Nah, kalau yang satu nggak berani mengambil kredit, yang satunya tidak berani memberi kredit maka ekonominya akan pingsan,” tuturnya.
Dengan demikian, pemerintah bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kebijakan relaksasi kredit. Pelaku usaha termasuk UMKM bisa tidak membayar utang pokoknya selama 6 bulan atau 9 bulan.
“Sehingga mereka tidak mengalami tekanan dari sisi pembayaran kreditnya. Untuk usaha kecil pun kita memberikan yang disebut jaminan pinjaman modal kerja,” terangnya.
Di sisi lain, pemerintah juga melindungi perbankan dengan jaminan pinjaman modal kerja. Sebab jika rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) naik tidak mempengaruhi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
“Kami menyadari bahwa kebijakan ini adalah kebijakan extra ordinary. Selalu ada dilema antara memberikan jaminan perlindungan versus terjadinya moral hazard. Ini adalah sesuatu yang harus dikalkulasi risikonya antara kebutuhan untuk memulihkan ekonomi, namun di sisi lain kita tetap hati-hati kemungkinan terjadinya tadi kejahatan atau moral hazard,” tutupnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Edy Pramana
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link