JawaPos.com – Industri manufaktur tanah air bergerak ke arah positif menjelang akhir tahun ini. Berdasar hasil survei IHS Markit, purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia pada November menembus level 50,6. Atau tiga poin di atas capaian bulan lalu yang tercatat 47,8.
PMI di atas 50 mengindikasikan bahwa sektor manufaktur berada pada tahap ekspansif. Melonjaknya PMI manufaktur Indonesia pada bulan ke-11 itu didorong peningkatan produksi. Dalam waktu tiga bulan terakhir, demand terus bertambah. Artinya, pembukaan kembali jalur produksi dengan pelonggaran PSBB dapat memacu penjualan dan volume output.
“Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono Kamis (3/12). Dia menambahkan bahwa sektor manufaktur menunjukkan adanya keuletan dan kemampuan memanfaatkan peluang untuk rebound.
Sigit menuturkan, Kemenperin akan terus melahirkan kebijakan strategis untuk mendukung pemulihan industri nasional. Dia berharap sektor industri bisa lebih maju dan berdaya saing. Salah satu program yang sedang digarap Kemenperin adalah mewujudkan program substitusi impor 35 persen pada 2022.
“Saat ini sektor industri perlu pendalaman struktur serta kemandirian bahan baku dan produksi,” terang Sigit. Substitusi impor juga bakal menyelesaikan beberapa persoalan lain. Misalnya, regulasi dan insentif.
Menanggapi hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada November, Bernard Aw menyatakan bahwa transisi PSBB benar-benar berdampak. Kepala ekonom IHS Markit itu menyebut sektor manufaktur sebagai salah satu yang sangat terbantu pelonggaran PSBB.
“Sebagian besar kenaikan ini didorong kenaikan rekor tertinggi produksi di tengah pembukaan kembali pabrik dan peningkatan permintaan,” papar Bernard. Dia mengungkapkan bahwa keberlanjutan kenaikan PMI akan bergantung pada pemulihan permintaan.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani menyebutkan, selain PSBB, faktor lain yang berperan dalam ekspansi PMI adalah perbaikan confidence pada pasar saham. “Kami harap tren terus berlanjut pada akhir 2020 dan tahun depan,” tutur Shinta.
Namun, Shinta menyebut Indonesia masih diselimuti ketidakpastian terkait dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19. Hal itu cukup sensitif bagi perkembangan industri manufaktur. “Dengan pengendalian pandemi yang baik dan cepat, normalisasi ekonomi bakal lebih cepat terwujud dan meningkatkan confidence investasi global di sektor riil,” tandasnya.
PMI MANUFAKTUR SELAMA PANDEMI
Bulan : PMI
Maret : 45,3
April : 27,5
Mei : 28,6
Juni : 39,1
Juli : 46,9
Agustus : 50,8
September : 47,2
Oktober : 47,8
November : 50,6
Sumber: IHS Markit
Credit: Source link