SEMARAPURA, BALIPOST.com – Dampak pandemi Covid-19 membuat Bakas Levi Rafting dan Elephant Tour sudah tak menerima kunjungan wisatawan selama setahun lebih. Maka, satwa yang ada di sana, seperti gajah, juga minim beraktivitas.
Untuk menjaga kesehatan gajah dan satwa lainnya, pengelola konservasi satwa setempat memberikan perawatan khusus. Pengelola juga harus menguras tabungan, bahkan rela menjual aset.
Direktur Bakas Levi Rafting dan Elephant Tour di Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Jro Mangku Alit mengatakan, tempat konservasi ini aktivitasnya sudah tutup sementara sejak Maret tahun lalu. Dampaknya 75 persen karyawan dari total sekitar 100 lebih pekerja di sana terpaksa dirumahkan.
Pekerja yang masih di sana tinggal pawang-pawang satwa dan petugas kebersihan untuk tetap merawat satwa dan tempat pelestariannya. “Kalau ada aktivitas tiba-tiba, mereka masih bisa dipekerjakan atau freelance. Kebetulan kebanyakan pekerja warga lokal,” ujar Jro Mangku Alit, Kamis (8/4).
Terkait dengan satwa, Jro Mangku Alit menegaskan, saat ini tetap dipelihara dengan baik. Syukurnya juga ada lahan-lahan di sekitar wilayah konservasi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakannya, seperti rumput gajah dan pelepah pohon pisang yang ditanam sendiri di sekitar lokasi.
Sehingga, satwa-satwa setempat masih bisa bertahan, meski belum ada aktivitas pariwisata. Ada juga bantuan pakan dari Perhimpunan Kebun Binatang.
Menurut Jro Mangku Alit, saat ini gajah di Bakas Levi Rafting tinggal tujuh ekor gajah dewasa. Kondisinya rata-rata masih sehat. Namun, ia mengakui dari tujuh gajah itu, ada dua ekor gajah yang kesehatannya terganggu. Sehingga tubuhnya lebih kurus dari gajah lainnya dan berat badannya turun.
Inilah yang perlu mendapat perhatian lebih, baik pengecekan kesehatan dan darahnya, makanan, vitamin dan suplemennya, agar bisa fit kembali. “Ini yang membuat kami harus segera melakukan cek darah. Sebab, dari semua gajah ini porsi makanannya sama, tetapi kenapa ada dua gajah yang kurus. Inilah yang harus mendapat perhatian serius,” ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya belum mendapat bantuan apapun dari kementerian terkait atau lembaga lokal di Bali. Malah, bantuan datang dari Perhimpunan Kebun Binatang.
Menurut Jro Mangku Alit, areal konservasi satwa di Desa Bakas mencapai sekitar 5 hektare. Selain satwa gajah, juga ada orangutan, kera, owa, kakatua, nuri bayan dan lainnya. Karena masih dalam situasi pandemi, untuk tetap merawat itu semua, ia mengaku harus menguras tabungan, bahkan harus menjual aset.
Sebab, dana sudah digunakan saat perencanaan tahun 2019, tetapi tiba-tiba pariwisata macet tahun 2020. Upaya ini juga karena sejak awal sudah komitmen untuk turut serta dalam upaya pelestarian.
Jro Mangku Alit berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir dan situasi segera normal kembali. Jadi, pintu kedatangan wisatawan mancanegara bisa segera dibuka. Bali kembali bisa menjadi destinasi yang menghidupkan seluruh sendi-sendi perekonomian masyarakat. Ke depan, ia berharap kepada Pemprov Bali maupun pelaku pariwisata agar belajar dari situasi ini.
Artinya, jangan semata-mata bertumpu pada satu sektor, yakni pariwisata. Sebab, ketika situasinya seperti sekarang, Bali benar-benar lumpuh. Aspek lain yang berkaitan dengan pariwisata juga terdampak. “Ke depan harus ada satu sektor ekonomi sebagai ikon baru bagi Bali selain pariwisata. Sehingga, ketika pariwisata terpuruk, Bali masih bisa bertumpu pada sektor lain,” tegasnya.
Bakas Levi Rafting dan Elephant Tour sejak dulu sudah menjadi salah satu ikon pariwisata Bali, khususnya di Klungkung. Kunjungan paling ramai biasanya saat Juli-Agustus untuk wisman dan akhir tahun untuk wisatawan nusantara, baik Jakarta maupun Surabaya.
Jro Mangku Alit mengaku tetap optimis, bisa meneruskan upaya konservasi yang telah digagas oleh ayahnya ini, agar bisa tetap mengemban tanggung jawab menjaga seluruh satwa di tempat konservasi. Sekaligus menjadi daya tarik wisata bagi Bali. (Bagiarta/balipost)
Credit: Source link