JawaPos.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menghapus bea materai Rp 3.000 dan Rp 6.000, dan akan menggantinya dengan bea materai Rp 10.000. Tujuannya, untuk menyesuaikan situasi ekonomi, hukum, sosial, dan mengikuti perkembangan teknologi informasi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tarif bea materai perlu diperbarui karena sudah terlalu lama mengacu Undang-undang (UU) sebelumnya yaitu UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
“Kebijakan tersebut mulai berlaku 1 Januari 1986, berarti sudah 34 tahun belum pernah mengalami perubahan. Sementara itu kondisi dan situasi dalam masyarakat dan perekonomian mengalami perubahan sangat besar dalam tiga tahun terakhir,” ujarnya di Jakarta, Senin (24/8).
Menurutnya, pembaruan tarif bea materai tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain itu, juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara.
“2019 penerimaan bea materai dari RUU Bea Meterai berada pada kisaran Rp 11,3 triliun atau meningkat Rp 5,7 triliun,” ucapnya.
Sri Mulyani memaparkan, terdapat enam klaster dalam RUU Bea Meterai. Di antaranya, klaster obyek dan non-obyek, klaster tarif, klaster saat berutang, klaster subyek dan pemungut bea cukai, klaster pembayaran, dan terakhir klaster fasilitas. Dari enam klaster terebut, baru empat klaster yang dibahas.
Sri Mulyani menambahkan, mengingat pembahasan RUU Bea Meterai pada periode 2015-2019 lalu belum selesai, maka RUU ini menjadi prolegnas prioritas 2020. “Dengan demikian kita bisa melakukan pembahasannya dengan tetap mengacu kepada yang sudah dibahas sebelumnya,” pungkasnya.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link