JawaPos.com – Sejak kebijakan baru terkait minyak goreng diberlakukan, pemandangan antrean hilang digantikan keluhan harga yang tinggi. Stok minyak goreng kemasan kini melimpah di pasar, namun dengan harga di kisaran Rp 19.000 hingga menyentuh Rp 22.000 per liter.
Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan menilai, kebijakan baru pemerintah ini butuh waktu untuk membentuk harga wajar. “Saat ini yang terjadi adalah turbulensi pasar dan akan menemukan keseimbangan setelah pasokan dan permintaan stabil berdasarkan realitas objektif komoditas dan kebutuhan masyarakat,” kata Budi Gunawan, Senin (21/3).
Harga yang dikeluhkan tinggi saat ini, menurut Budi tidak bisa dipersepsikan semata karena kebijakan pencabutan HET. Perlu diingat, kenaikan harga minyak goreng telah terjadi jauh sebelumnya, didorong mekanisme keekonomian komoditas di Tanah Air yang juga dipengaruhi kondisi umum industri minyak nabati dunia. Ada masalah pada rantai pasokan karena pandemi Covid-19, perubahan cuaca yang menekan produksi, naiknya permintaaan karena kebutuhan biodiesel dan minyak nabati, hingga konflik Rusia-Ukraina yang juga signifikan memangkas produksi.
Saat kondisi itu coba dikendalikan dengan mekanisme HET melalui Permendang Nomor 06 Tahun 2022 pada Januari lalu, ternyata yang terjadi adalah distorsi pasar. Produsen memilih menahan produksi atau menjualnya ke luar negeri karena alasan kelayakan usaha. Akibatnya, minyak goreng langka, masyarakat antre.
“Pemerintah tidak mungkin membiarkan fenomena itu. Maka kebijakan koreksi diambil. HET minyak kemasan dicabut, tapi minyak goreng curah untuk masyarakat bawah tetap dipastikan terjangkau dengan HET Rp 14.000 per liter,” beber Budi.
Credit: Source link