Ketua DPR, Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP
Jakarta – Keberadaan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP, baik di DPR dan Partai Golkar bisa dibilang antara ada dan tiada.
Bagaimana tidak, meski berstatus sebagai tersangka dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah misalnya berpendapat, status tersangka dan penahanan Novanto dalam kasus dugaan korupsi e-KTP oleh KPK, sama sekali tidak menyandera dan mengganggu kinerja DPR. Sebab, pimpinan DPR bekerja berdasarkan kolektif kolegial.
“Pada dasarnya surat Ketua DPR bisa diwakili pimpinan DPR. (Setya Novanto) Tidak ada yang menyandera DPR, karena keberadaan Ketua DPR dapat diwakili Wakil Ketua DPR,” kata Fahri, melalui pesan singkatnya, Jakarta, Kamis (23/11).
Selain itu, kata Fahri, berdasarkan UU MD3, status pimpinan DPR baru bisa diganti setelah yang bersangkutan ditetapkan menjadi terdakwa.
“Kalau dalam UU MD3 akan ada perubahan kalau dia sudah terdakwa. MKD memang bisa melakukan rapat, misalnya kalau ada laporan pelanggaran etika, tapi itu bisa dilakukan kalau orangnya diperiksa,” terangnya.
Fahri menegaskan, hasil rapat pleno Partai Golkar yang mempertahankan status kepemimpinan Novanto sudah tepat. Untuk itu, Ia berharap, agar semua pihak dapat mematuhi aturan yang berlaku dan tidak menabrak UU yang ada.
“Saya kira untuk lebih amannya, kita biarkan dulu mekanisme berjalan. Keputusan rapat pleno itu sangat elegan untuk dilaksanakan, karena untuk membuktikan di praperadilan,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, kasus dugaan korupsi yang menyeret Novanto tersebut telah menyandera DPR sebagai lembaga negara yang mewakili rakyat.
“Saya yakin anggota DPR tidak mau kondisi seperti ini, tersandera oleh kasus Novanto. Ini kan persoalan pribadi Novanto, bukan kelembagaan. Tidak adil rasanya masalah pribadi menyeret-nyeret lembaga terhormat itu,” kata Yandri, ketika dihubungi, Jakarta, Rabu (22/11).
Untuk itu, kata Yandri, sebaiknya Golkar melihat kondisi yang objektif bahwa saat ini Novanto tidak bisa melakukan apa-apa. Karena, Novanto sedang menjalani proses hukum.
“Kita hormati putusan Golkar dan itu memang hak Golkar. Tapi sebaiknya memang kelembagaan ini (DPR) milik semua orang, termasuk fraksi yang lain. Jadi Golkar tolong pikirkan martabat lembaga yang sangat kita hormati ini,” tegasnya.
Sementara, MKD DPR akan membahas status kursi Ketua DPR Setya Novanto yang saat ini menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP oleh KPK.
Wakil Ketua MKD DPR Sariduddin Sudding mengatakan, rencananya MKD DPR akan membahas posisi Ketua DPR pasca Novanto menjadi tahanan KPK.
“Kita mencoba untuk konsultasi ke fraksi-fraksi, mudah-mudahan dalam minggu depan,” kata Sudding, ketika dihubungi, Jakarta, Kamis (23/11).
Kata Sudding, MKD DPR mencoba mengambil inisiasi mengundang seluruh pimpinan-pimpinan fraksi untuk mendengar pandangannya terkait penahanan Novanto oleh KPK.
“Apakah fraksi yang di DPR melihat bahwa dengan penahanan Pak Ketua ini akselerasi kinerja DPR bisa terganggu atau tidak,” kata politikus Partai Hanura itu.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil keputusan rapat pleno Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golkar, Jakarta, Selasa (21/22). Novanto menjabat hingga putusan praperadilan yang sedang diajukan ke pengadilan atas status tersangka dugaan korupsi e-KTP.
TAGS : Setya Novanto Tersangka Korupsi e-KTP KPK Golkar
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/25240/Setya-Novanto-antara-Ada-dan-Tiada/