Pemuda Muhamadiyah
Jakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak angkat bicara soal Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DPR. Menurut dia, hak angket tersebut kehilangan roh tujuannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki KPK. Semangat Pansus Hak Angket KPK itu dinilai lebih nyata sebagai langkah politik membela teman sejawat.
“Melakukan perlawanan terhadap upaya hukum yang dilakukan KPK terkait kasus KTP-E karena pada kasus ini diduga pada fakta persidangan banyak anggota DPR yang terlibat menerima uang korupsi KTP-E,” kata Dahnil melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (7/7).
Menurut dia, apa yang dilakukan DPR melalui Hak Angket itu adalah upaya intervensi proses hukum yang sedang berlangsung bukan upaya evaluasi perbaikan KPK. “Saran saya anggota DPR yang tidak bersepakat bersuara lah lebih keras jangan bersandiwara pura-pura menolak tetapi membiarkan aksi intervensi terhadap proses hukum tersebut berlangsung terus menerus, dan ini terang adalah agenda perlawanan hukum,” tuturnya.
Ia menyatakan, apabila tujuannya ingin melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap KPK, maka pilihannya bukan pembentukan Hak Angket tersebut. “Tetapi proses di DPR melalui Komisi III, mereka bebas “menguliti” KPK di tengah berbagi kelemahan dan buruknya kinerja KPK saat ini yang bagi saya juga produk anggota DPR karena mereka yang memilih lima komisioner tersebut,” kata dia.
Apalagi kemudian muncul wacana untuk membubarkan KPK yang menurutnya berlebihan dan penuh dengan agenda melawan gerakan antikorupsi di Indonesia. “KPK punya banyak kekurangan dan tentu punya kelebihan, maka semangat melakukan koreksi di KPK harus dimaksudkan untuk memperkuat lembaga antirasuah tersebut, memperbaiki kelemahan-kelemahan lembaga tersebut bukan justru melemahkan,” ucap Dahnil.
Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik.
Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.
Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel.
Namun belakangan, tindakan Pansus di DPR RI yang melakukan sejumlah kegiatan dinilai untuk mencari-cari kesalahan KPK, misalnya meminta hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap KPK. Kemudian, Pansus DPR menyatakan ada temuan terkait sumber daya manusia (SDM) atau penyidik, sistem pengelolaan keuangan internal (SPI) serta penyadapan di KPK pada 4 Juli 2017.
Selanjutnya, pada 6 Juli 2017 Pansus DPR juga menemui beberapa narapidana kasus tindak pidana korupsi di Lembaga Pemsyarakatan Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, dan Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk mencari laporan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan KPK terhadap para narapidana kasus tindak pidana korupsi. Ant
TAGS : KPK hak angket dpr PP Muhammadiyah
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/18503/Soal-Hak-Angket-DPR-Terhadap-KPK-Ini-Kata-Pemuda-Muhammadiyah/