JawaPos.com–Dalam pekan ini, ada tiga kasus hukum yang orang-orang terkait di dalamnya disebut-sebut sakit. Ada kepala daerah, LE. Wanita emas, MHM; dan AKBP AR.
Menurut pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, berdasar informasi yang didapat, LE, kata dokternya, stroke sejak 2015. Lalu bagaimana kebijakan-kebijakan yang dia hasilkan sebagai kepala daerah?
”Coba cek ulang hasil pemeriksaan RSUD Dok II Jayapura pada 11 Januari 2018, lalu periksa rekomendasi KPU Papua berdasar hasil cek medis LE itu. Kalau LE saat itu sudah diketahui mengalami stroke, apalagi sampai tidak bisa bicara, RSUD dan KPU patut dimintai pertanggungjawabannya,” ucap Reza.
Terkait MHM, lanjut Reza, Kejaksaan Agung sudah paten betul. Tidak gampang percaya pada klaim sakit.
”Semoga JPU nanti menjadikan malingering-nya MHM sebagai alasan untuk menuntut MHM dengan hukuman lebih berat lagi,” papar Reza.
Kalau AKBP AR disebut sebagai saksi kunci, Reza mempertanyakan, sebenarnya apa maknanya? Apakah sebagai saksi yang sangat potensial membuktikan kesalahan Brigjen H? Atau justru sebagai saksi yang akan meringankan Brigjen H?
”Kalau AKBP AR adalah saksi kunci yang meringankan, sidang etik nanti bisa saja menghasilkan putusan antiklimaks atas diri Brigjen HK. Bahkan berikutnya mungkin juga berdampak terhadap Irjen FS. Itu semua kontras tajam dengan prediksi dan ekspektasi masyarakat,” terang Reza.
Sisi lain, menurut Reza, AKBP AR disebut-sebut sedang sakit serius. masyarakat juga bertanya-tanya ihwal kebenaran sakitnya AKBP AR.
”Maaf kata karena belum lama ini, masyarakat juga disodori simpulan Komnas HAM dan Komnas Perempuan bahwa PC diduga kuat mengalami kekerasan seksual dan menderita guncangan jiwa, masuk akal kalau sekarang masyarakat juga tidak percaya,” ucap Reza.
Dia menambahkan, sakitnya AKBP AR tidak berada dalam konteks klinis, melainkan dalam konteks forensik.
”Artinya, kepentingan kita bukan pada sembuh atau sakitnya AKBP AR, melainkan pada seberapa jauh kondisi AKBP AR itu berpengaruh terhadap berlanjut atau mandeknya proses hukum Brigjen H dan AKBP AR sendiri. Jadi, ini merupakan isu publik, bukan isu tentang kerahasiaan medis pribadi,” terang Reza.
Karena itu, dia menambahkan, Polri perlu sampaikan ke publik AKBP sakit apa, seserius apa kondisinya, dan apakah penyakitnya muncul alami atau karena diinduksi. Polri juga perlu melibatkan dokter lain untuk kasih second opinion.
”Polri juga harus beri penjelasan tentang nasib kasus Brigjen HK jika AKBP tak kunjung bisa dihadirkan di persidangan,” papar Reza.
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Credit: Source link