JawaPos.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tidak akan gegabah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor yang menjadi kebutuhan pokok seperti sembako dan pendidikan.
Hal itu merespons spekulasi terkait rencana pemerintah yang akan memasukkan bidang pendidikan ke komponen jasa kena pajak atau JPK dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pihaknya berada di pihak rakyat dalam hal ini para pedagang dan masyarakat. Menurutnya, bahan kebutuhan pokok dan jasa pendidikan memang memiliki ruang untuk menjadi barang kena pajak atau jasa kena pajak, namun tidak otomatis kena pajak.
“Pada intinya pemerintah ada di satu barisan pedagang pasar, NU (Nahdlatul Ulama), dan Muhammadiyah,” kata Prastowo dalam diskusi bersama Trijaya FM, Sabtu (12/6).
Prastowo menjelaskan, berdasarkan konsepnya, pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN untuk lembaga pendidikan merujuk pada lembaga komersial yang hanya bisa dijangkau kelompok tertentu. Seperti misalnya, lembaga pemberi sertifikat hingga les privat.
Sebab, selama ini lembaga-lembaga tersebut belum dipungut pajak oleh pemerintah. Padahal, kata Prastowo, harus ada pembeda antara lembaga yang komersial dan lembaga yang berbasis subsidi atau nirlaba.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link