Sri Mulyani Akui Masih Ada Anggapan Kewajiban Pajak Bentuk Penjajahan

JawaPos.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memandang, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih rendah. Bahkan, masih ada masyarakat yang menganggap membayar pajak bukan suatu kewajiban, namun sebagai bentuk penjajahan.

“Banyak yang masih menganggap pajak bukan kewajiban. Bahkan masih ada sebagian masyarakat kita yang menganggap pajak itu identik dengan penjajahan,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (3/12).

Sri Mulyani mengatakan, rendahnya kesadaran masyarakat terlihat dari rasio pajak di Indonesia yang masih rendah. Di sisi lain, ia juga mengaku kemampuan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum maksimal dalam mengumpulkan pajak.

Tax ratio kita masih termasuk rendah, itu bukan sesuatu yang membanggakan karena itu menggambarkan belum optimalnya kemampuan kita mengumpulkan pajak,” ungkapnya.

Sri Mulyani menjelaskan, rasio pajak yang rendah dapat menjadi kendala bagi negara untuk pembangunan yang dapat menyejahterakan masyarakat. Sebab, semua fasilitas negara yaitu infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, di bidang pangan, pertahanan keamanan, dan lainnya berasal dari penerimaan pajak.

Dengan demikian, Sri Mulyani meminta kepada jajaran DJP agar terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya membayar pajak. Berbagai cara bisa dilakukan seperti reformasi sistem perpajakan, perbaikan di kantor pelayanan, hingga reformasi sumber daya manusia.

Tercatat realisasi rasio pajak pada 2015 mencapai 10,76 persen, yang turun secara bertahap pada 2016 menjadi 10,36 persen dan pada 2017 menjadi 9,89 persen. Pada 2018, rasio pajak Indonesia sempat naik 10,24 persen dan kembali turun ke level 9,76 persen pada 2019. Pada tahun ini, Kemenkeu memproyeksikan rasio pajak hanya di level 7,9 persen dan pulih bertahap di level 8,18 persen pada 2021.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri


Credit: Source link