JawaPos.com – Indonesia diperkirakan mengalami puncak bonus demografi 2040. Menjelang 20 tahun itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri dengan kehadiran banyaknya lapangan kerja. Pasalnya pada puncaknya itu, usia produktif di Indonesia bakal berlimpah.
“Kita akan dihadapkan pada persoalan masa depan. Antara lain, bonus demografi pada 2030 dan puncaknya pada 2040. Artinya jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Kita perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatkan lapangan kerja,” kata pakar hukum pembangunan ekonomi UKI Dhaniswara K Harjono kepada wartawan, Sabtu (2/1).
Dhaniswara yang juga rektor UKI tersebut mengatakan, ketersediaan lapangan kerja yang begitu banyak berawal dari kemudahan dalam investasi. Jika perizinan usaha untuk berinvestasi diberikan pemerintah, maka modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Anggaran modal untuk investasi bisa dieksplor lebih luas lagi. “Tentunya tenaga kerja dibutuhkan cukup banyak pula,” ujar Dhaniswara.
Dia berpendapat bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) menjadi momentum untuk pertumbuhan bisnis dan investasi di Tanah Air. Sebab, UU Cipta Kerja yang terdiri atas 116 pasal itu mampu merevisi 77 UU sebelumnya yang ternyata isinya saling tumpang tindih.
UU Cipta Kerja juga menyentuh masalah perizinan dan penanaman modal. Implementasi dari UU itu sebagai upaya meningkatkan investasi yang akan membuka lapangan kerja lebih luas.
“Salah satu sisi positif UU Cipta Kerja, kalau kita bikin perusahaan mudah. Nggak perlu banyak modal. Kalau dulunya minimal Rp 50 juta, sekarang nggak ada,” ujarnya.
Berdasar survei BPS, pada 2030 nanti setidaknya terdapat tambahan 52 juta penduduk usia produktif yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Sementara saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan regulasi yang menghambat penyediaan lapangan kerja dalam jumlah besar.
Mengutip salah satu data, sebut dia, saat ini ada 44 ribu aturan yang menghambat iklim investasi maupun dunia usaha. Reuglasi itu mulai dari perpres, perppu, PP, perda, pergub dan lainnya. Hal itu sangat menghambat orang yang ingin berusaha atau membuka lapangan kerja di Indonesia.
Baca juga: Pandemi Covid-19 bikin Ancaman Bencana Demografi Semakin Nyata
Di sisi lain, bonus demografi seperti pedang bermata dua. Bila tidak dipersiapkan lapangan pekerjaan, justru akan berdampak buruk di masa depan. “Bonus demografi ini kalau tidak hati-hati ini akan membawa malapetaka. Usia-usia produktif ini harus kita siapkan dengan baik,” tambahnya.
Dhaniswara menyebut, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yaitu kesenjangan sosial. Mengutip dari kajian TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), Indonesia masih berada di urutan keempat di dunia tentang kesenjangan sosial. “Kita masih di bawah Rusia, India, dan Thailand,” ungkapnya.
Baca juga: UU Ciptaker, Kadin: Tak Perlu Lagi Mengemis-Ngemis Izin Usaha
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peningkatan iklim bisnis dan investasi Indonesia adalah suatu keharusan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan sinergi yang kuat antara Pemerintah dengan seluruh stakeholder. Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen pada 2021. Dengan inflasi yang tetap terjaga di kisaran 3 persen.
“Kondisi itu dapat tercapai dengan didukung daya beli masyarakat dan sektor industri yang mulai pulih, seiring dengan berjalannya program pemulihan ekonomi dan berbagai upaya perbaikan,” ujar Airlangga.
Saksikan video menarik berikut ini:
Credit: Source link