GIANYAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 memang telah merubah roda perekonomian. Bahkan banyak yang harus banting stir dari pekerjaan sebelumnya.
Seperti I Made Gede Duta yang sebelumnya bekerja di kapal pesiar, kini harus menjalankan kehidupan sebagai petani. Pemuda 25 tahun ini pun tengah menggarap lahan seluas 45 are warisan orangtuanya di Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh.
Pemuda akrab sapaan Made Dudut ini menjelaskan sebelumnya sudah beberapa kali berangkat kapal pesiar. Namun akibat pandemi yang melanda akhirnya profesi ini sementara tidak bisa dilanjutkan. “Rencananya saya berangkat lagi pada Maret, namun karena pandemi, jadi tidak bisa diberangkatkan,” keluhnya.
Diakui kondisi yang berlarut dalam beberapa bulan itu sempat membuatnya stress. Apalagi sampai saat ini tidak ada kabar kapan ia akan diberangkatkan. “Terus mundur-mundur akhirnya sudah sampai setahun saya dirumah, juga belum ada kejelasan,” ujarnya.
Dudut mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi ini. Sementara kebutuhan sehari-hari harus tetap terpenuhi.
Di tengah kebimbangan itu akhirnya ia memutuskan untuk kembali menggarap lahan sawah warisan orangtuanya. “Selama ini sawah diurus sama ibu saya, dan hasilnya pun tidak menentu karena tidak fokus merawatnya,” jelasnya.
Di tengah situasi itu sempat ada yang menawarkan untuk membeli lahan warisan orangtuanya itu, namun langsung ditolak. Karena ia memilih untuk menggarapnya sendiri. “Saya tidak malu kalau harus bertani, memang lebih baik lahan ini saya garap sendiri,” katanya.
Mengawali menjadi petani sempat dirasa berat. Namun kini tangannya mulai terampil menanam benih padi di petak sawah seluas 45 are.
Ia menanam sendiri tanpa dibantu atau mencari jasa tukang tanam. Semenjak kembali menggarap, ia sudah merasakan tiga kali panen. Hasil yang didapat, menurutnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya. “Dari 45 are lahan, sekali panen kurang lebih saya dapat 2,5 ton gabah, kalau diuangkan 7jutaan lah kotor,” ujar Made Duta yang telah ditinggal oleh ayahnya sejak SD.
Diakui hasil panen yang ia dapat untungnya memang tipis, karena harus potong biaya traktor, biaya obat-obatan, pupuk, dan lainya. Padahal untuk menanam padi ia lakukan sendiri.
Diakuinya keuntungan dari menggarap sawah ini memang kurang, tetapi untuk sampingan dan situasi mendesak seperti pandemi ini sangat mencukupi, “Saya sih berharap situasi normal kembali, keuntungan di sini sangat tipis, tapi cukuplah untuk beli kuota dalam situasi seperti ini,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)
Credit: Source link