JawaPos.com – Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) menuai reaksi, bahkan petisi penolakan dari kalangan pekerja. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar mengkaji ulang, bahkan mencabut peraturan tersebut.
“Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi,” kata Netty dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/2).
Menurutnya, terdapat beberapa pasal dalam permenaker tersebut yang menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi. Pada situasi pandemi saat ini banyak hal yang membuat para pekerja berpotensi mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman,” ucapnya.
Netty melanjutkan, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen. “Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja ?,” ungkapnya.
Netty juga mempertanyakan alasan pemerintah menahan hak JHT yang merupakan tabungan para peserta. Padahal, saat ini dana tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. “Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini,” sebutnya.
Dengan demikian, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat. Apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar. Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia.
“Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut,” tandasnya.
Netty menambahkan, pihaknya juga meminta pemerintah agar memperbaiki tata kelola komunikasi publiknya terkait penerapan aturan. Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik.
“Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas,” pungkasnya.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link