JAKARTA, BALIPOST.com – Tantangan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19 masih sangat tinggi pada tahun depan. Karena ada faktor eksternal maupun domestik.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pandemi masih memiliki risiko tinggi pada tahun depan karena saat ini kasus COVID-19 secara global telah mencapai di atas 800 ribu per hari. Juga muncul berbagai varian baru.
“Ini menjadi tantangan 2022 di mana kita perlu mengakselerasi pemulihan ekonomi sekaligus kesehatan APBN yang sudah bekerja sangat keras dalam dua tahun berturut-turut untuk menghadapi pandemi,” katanya dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 di Jakarta dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (4/5).
Gelombang baru kasus COVID-19 pun juga bermunculan di berbagai negara seperti India, Brasil, Chili, Turki, dan beberapa negara Eropa. “Pada saat yang sama kita melihat meskipun program vaksinasi telah dimulai di seluruh dunia namun aksesnya tidak merata,” ujarnya.
Ia mengatakan berbagai risiko pandemi tersebut akan mempengaruhi upaya pemulihan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan yang dilandasi oleh faktor eksternal maupun domestik.
Faktor eksternal meliputi perubahan kebijakan fiskal moneter di negara maju yang pasti menimbulkan spillover khususnya Amerika Serikat baik dalam bentuk inflasi dan suku bunga global yang berujung pada volatilitas nilai tukar serta capital flow.
Kemudian disparitas laju pemulihan ekonomi dunia juga akan menyebabkan perubahan atau dinamika antar negara termasuk dari sisi stimulus maupun kemampuan untuk memperoleh vaksin COVID-19.
Selanjutnya, pemulihan dari beberapa negara besar dalam perekonomian seperti China, Amerika Serikat dan Eropa akan membuat harga komoditas mengalami peningkatan yang sangat kuat. “Ini seperti yang terjadi 2009 di mana akan memunculkan boom komoditas yang harus diantisipasi baik positif maupun negatifnya,” ujarnya.
Menurut dia, berbagai faktor eksternal tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi domestik tahun ini dan 2022 serta berimplikasi pada desain APBN ke depan. Sementara untuk faktor domestik, Sri Mulyani mengatakan pemulihan ekonomi Indonesia masih belum merata baik antar sektor maupun antar daerah.
“Untuk sektor industri keuangan harus terus dijaga karena mereka masih dalam posisi untuk mendukung pemulihan namun mereka juga melihat adanya kinerja dari sektor usaha yang perlu untuk diwaspadai,” jelasnya.
Terakhir adalah adanya perubahan teknologi digital dan iklim yang turut memberikan pengaruh terhadap dinamika outlook ekonomi serta keuangan negara. “Ini lah yang harus menjadi perhatian bagi kita semua policy maker di pusat dan di daerah,” katanya.
Oleh sebab itu, Menkeu menegaskan sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi suatu keharusan dalam rangka menangkal potensi-potensi risiko yang ada.
Ia memastikan pemerintah pusat akan menggunakan kebijakan dari sisi APBN secara berimbang, terukur dan terarah dengan azas kehati-hatian sedangkan pemerintah daerah melalui APBD diminta turut berpartisipasi. Pemerintah daerah harus melakukan pemulihan ekonomi yang sinkron dengan arah yang dilakukan pemerintah pusat agar tidak menimbulkan kompleksitas.
“Bisa saja APBN menuju countercyclical tapi daerah arahnya tidak sesuai pusat. Ini menimbulkan kompleksitas karena APBD dan transfer ke daerah itu sepertiga APBN jadi jumlahnya cukup mempengaruhi perekonomian Indonesia,” jelasnya. (kmb/balipost)
Credit: Source link