JawaPos.com – Persoalan pembiayaan haji bermuara pada hasil investasi pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kinerja BPKH kerap disorot karena nilai manfaat atau hasil investasi belum maksimal. Sejumlah kalangan berharap UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji direvisi, supaya BPKH semakin lincah dalam berinvestasi.
Usulan supaya UU Pengelolaan Keuangan Haji direvisi diantaranya disampaikan ekonom syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik. “BPKH masih diikat kaki dan tangannya untuk direct investment (investasi langsung),” kata Irfan dalam Forum Diskusi bertajuk BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di kantor Muhammadiyah di Jakarta pada Jum’at (17/2).
Supaya bisa luwes dan lincah untuk berinvestasi, dia mengatakan UU yang mengatur soal pengelolaan keuangan haji perlu diamandemen atau direvisi. Di UU yang baru nanti, BPKH benar-benar dijadikan sebuah investasi bisnis. Sehingga bisa menjalankan bisnis atau usahanya seperti perusahaan pada umumnya.
Dia lantas menyandingkan BPKH dengan Tabung Haji Malaysia yang sama-sama mengelola dana haji. Menurut dia aset usaha Tabung Haji Malaysia luar biasa besar. Irfan menegaskan jenis kelamin BPKH harus segera dibuat jelas.
“Jangan terus sebagai badan nirlaba. Tapi diberikan kesempatan mengelola bisnis yang pruden,” paparnya.
Irfan mengatakan Tabung Haji Malaysia memiliki enam klaster bisnis. Mulai dari perbankan, asuransi syariah, properti, sampai perkebunan. Total ada 33 unit perusahaan milik Tabung Haji Malaysia. Dengan hasil investasi yang berhasil diraih, Tabung Haji Malaysia bisa memberikan subsidi biaya haji sekitar 50 persen dari biaya total.
Dia mengakui bahwa merevisi atau menyusun UU butuh waktu. Tetapi pemerintah bisa menerbitkan Perppu untuk memperjelas keberadaan BPKH sebagai entitas bisnis. Sehingga BPKH tidak masuk dalam persoalan defisit hasil pengelolaan dana haji pada 7 sampai 8 tahun mendatang.
Anggota Badan Pelaksana BPKH Amri Yusuf mengatakan Tabung Haji Malaysia tidak bisa dibandingkan dengan BPKH begitu saja. Dia mengatakan Tabung Haji baru melakukan investasi langsung setelah berumur 20 tahun. Kemudian Tabung Haji layaknya perbankan, bisa menerima dana dari semua lapisan masyarakat. Termasuk anak kecil yang baru lahir.
“Sejak anak-anak bisa daftar haji (di Malaysia,)” katanya. Saat ini nasabah Tabung Haji berjumlah 9 juta orang lebih. Sementara BPKH sekitar 5 juta orang.
Berikutnya Amri mengatakan di Malaysia orang yang berhaji untuk kedua dan seterusnya tidak mendapatkan subsidi dari Tabung Haji. Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat yang berhaji kembali tetap dapat subsidi atau nilai manfaat dari BPKH. Selama yang bersangkutan mendaftar sebagai jemaah haji reguler.
Yang terakhir Tabung Haji menentukan tingkatan atau grading jemaah haji berdasarkan kemampuan finansialnya. Jemaah kaya mendapatkan subsidi lebih sedikit dibandingkan jemaah dengan keuangan sedikit.
Sedangkan yang berlaku di Indonesia, semua jemaah haji reguler mendapatkan nilai manfaat atau subsidi dalam jumlah yang sama. Dalam konteks haji 2023, semua jemaah mendapatkan nilai manfaat atau subsidi sekitar Rp 40 juta. Baik itu yang sangat kaya maupun yang pas-pasan.
Seperti diketahui tahun ini BPKH mengucurkan Rp 8 triliun untuk subsidi dana haji. Dalam setahun, rata-rata mereka menghasilkan nilai investasi Rp 10 triliun. Sekitar Rp 2 triliun disalurkan ke rekening virtual calon jemaah yang masih antri.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Hilmi Setiawan
Credit: Source link