Presiden Turki Tayyip Erdogan di Ankara, Turki, 21 Desember 2017 (Kayhan Ozer / Istana Kepresidenan / Handout via Reuters)
Ankara – Turki mengakhiri status darurat pasca kudeta gagal pada 2016 silam. Keputusan tersebut diumumkan oleh pemerintah pada Kamis (19/7), setelah melakukan perpanjangan selama tiga bulan sebanyak tujuh kali.
Diketahui, Presiden Recep Tayyip Erdogan mendeklarasikan keadaan darurat pada 20 Juli 2016, lima hari setelah pesawat tempur mengebom Ankara, ibu kota Turki. Ditambah lagi dengan bentrokan berdarah pecah di Istanbul yang menewaskan hingga 249 orang.
Setelah masa darurat diberlakukan, 80.000 orang ditahan, dan dua kali lipat dari jumlah tersebut dipecat dari lembaga-lembaga publik.
Target utama pemerintah tidak hanya para pendukung Fethullah Gulen, ulama yang kini tinggal di Amerika Serikat Serikat, namun juga aktivis dan kaum kiri Kurdi.
Terbukti, para mantan pemimpin partai oposisi pro-Kurdi Rakyat Demokrat (HPD) Figen Yuksekdag dan Selahattin Demirtas masih mendekam di penjara, setelah keduanya ditangkap pada November 2016 lalu, atas tudingan hubungan dengan militan Kurdi.
Dilansir dari AFP, Erdogan saat berkampanye pemilihan presiden bulan lalu menjanjikan masa darurat akan segera berakhir.
Kendati demikian oposisi dibuat berang dengan upaya pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) antiteror, yang akan dibahas oleh parlemen pada Kamis ini, dan disidangkan pada Senin mendatang.
“Dengan RUU ini, maka keadaan darurat tidak hanya bisa diperpanjang selama tiga bulan, melainkan tiga tahun,” ujar kepala fraksi parlemen asal Partai Rakyat Republik (CHP).
“Mungkin terlihat seperti mengakhiri keadaan darurat, tapi mereka sebenarnya melanjutkan,” imbuhnya.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/37939/Turki-Akhiri-Status-Darurat-Pasca-Kudeta/