Gedung DPR/MPR
Jakarta – Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi salah satu fraksi yang awalnya menyetujui usulan revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). PPP menyetujui usulan revisi tersebut lantaran awalnya hanya untuk mengakomodir penambahan kursi pimpinan DPR untuk fraksi PDI Perjuangan.
Demikian disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi PPP Arsul Sani dalam diskusi bertajuk `Benarkah DPR Gak Mau Dikritik?` di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018). PPP menyetujui usulan revisi lantaran melihat PDIP seperti terdzalimi di DPR.
“Fraksi PPP melihat ide dasar ini terkait penambahan kursi DPR. Teman-teman yang duduk di fraksi ingin ada korektif action untuk kepentingan PDIP sebagai partai pemenang pemilu yang hak-nya terdzalimi karena nggak dapat unsur pimpinan,” kata Asrul.
Namun setelah disepakati UU MD3 direvisi, dalam perjalanannya kemudian menjadi berkembang untuk merubah beberapa pasal di dalamnya. “Ketika ada materi-materi lain itu memang kurang intensif, kurang menggali partisipasi publik,” ucap anggota komisi III DPR itu.
Fraksi PPP kemudian merasa tidak sepakat jika dilakukan tergesa-gesa. Seharusnya, kata Asrul, harus mendengarkan sejumlah masukan dari berbagai elemen masyarakat.
“Dalam diskusi internal di DPR berkembang kenapa nggak sekalian dilakukan revisi skalian secara over all dengan catatan perlu pendalaman pembahasan yang hati-hati dan libatkan peran serta masyarakat,” ujar dia.
Arsul sendiri mengaku tidak tahu siapa yang mulai memasukan beberapa pasal perubahan lainnya. Pasalnya, kata Asrul, saat itu pembahasan dilakukan secara bersamaan sehingga masing-masing orang punya pandangannya.
“Saya tidak ingat siapa yang usulkan karena pembahasan berkembang. Jadi siapa yang usulkan revisi, pertama RUU diusulkan dulu, usulan disepakati semua tapi fraksi Nasdem nggak mau hanya tambah pimpinan. Saya nggak ingat satu persatu tapi ada teman-teman Baleg, teman-teman di komisi 3, dari Tenaga Ahli, Semua usulan dikonsolidasikan di draft,” kata dia.
Pada kesempatan ini Asrul membantah jika aksi Fraksi PPP walk out saat pengesahan revisi Undang-undang MD3 lantaran kecewa tidak mendapat jatah kursi pimpinan di parlemen. Fraksinya, kata Asrul, juga tidak mengetahui bahwa fraksi Nasdem juga akan walk out.
Arsul kembali menegaskan ketidaksetujuannya dengan revisi MD3 tersebut bukan karena partainya tidak kebagian jatah kursi. “Makna walk out itu adalah tidak ada dalam keputusan itu,” tandas Asrul.
Undang-undang MD3 itu sebelumnya disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Senin 12 Februari 2018 untuk menambah jatah pimpinan bagi PDIP. Namun, dalam perjalanan banyak pasal yang berubah, seperti diantaranya Pasal 73 UU MD3 yang mengatur tentang pemanggilan pihak-pihak ke DPR.
Dalam ayat 4 huruf b Pasal 73 UU MD3, Polri disebut wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa. Bahkan, di ayat 5, Polisi disebut berhak melakukan penahanan.
Kemudian, Pasal 122 huruf k tegas menyebut pengkritik DPR dapat dipidana. Dalam hal ini, adalah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diberi tugas untuk menjalankan wewenang UU MD3 itu.
Fraksi PPP sendiri bersama Fraksi Partai Nasdem melakukan aksi walk out saat revisi Undang-undang MD3 akan disahkan dalam rapat paripurna.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/29322/Usulan-Revisi-UU-MD3-Mulanya-Hanya-untuk-Akomodir-PDIP/