Polri Belum Tanggapi Isu Upeti Tambang yang Catut Nama Kabareskrim
JawaPos.com – Para petinggi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah ikut mengomentari kasus dugaan setoran tambang yang mencatut nama Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Dua ormas Islam terbesar di Indonesia itu meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas jajarannya yang terbukti bermain-main dalam kasus tambang ilegal.
Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi mengatakan, dirinya mengikuti kabar adanya perang bintang di antara petinggi Polri. Informasi tersebut sebelumnya disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD.
“Ini perlu ditelusuri akar masalahnya,” kata Ahmad Fahrurrozi. Supaya tidak menjadi isu liar yang multitafsir di masyarakat.
Gus Fahrur, sapaannya, juga menyoroti dugaan oknum petinggi Polri yang menjadi beking perusahaan tambang ilegal. Dia mengatakan, kabar itu harus diusut tuntas oleh Kapolri. Dengan begitu, citra kepolisian tidak semakin terpuruk.
Di sisi lain, PP Muhammadiyah juga menyoroti kasus tambang ilegal yang menyeret nama jenderal polisi. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, selama ini pendekatan terhadap masalah pertambangan sangat formal dan bias kepada pemilik kapital. ’’Karena yang menjalankan usaha tambang di negeri ini adalah yang memiliki badan hukum berupa PT,” terang Anwar Abbas saat dihubungi Jawa Pos kemarin (8/11).
Sementara itu, usaha tambang oleh masyarakat dianggap liar dan bisa dijerat hukum. Di sinilah terbuka celah praktik-praktik tidak terpuji, seperti adanya setoran uang ke petinggi Polri.
Anwar mengatakan, untuk menghilangkan tindakan tidak terpuji itu, pihaknya mendorong usaha masyarakat yang masuk kategori liar agar memiliki badan hukum berupa koperasi. Dengan cara itu, usaha mereka menjadi legal.
Terpisah, anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah membentuk tim untuk memberantas beking penambangan liar. Anggota tim harus terdiri atas pejabat Kementerian ESDM, kepolisian, TNI, dan kejaksaan. Dengan komposisi tersebut, diharapkan proses pengawasan dapat berjalan secara terpadu dan objektif.
Mulyanto menambahkan, cara yang tepat untuk memberantas praktik illegal mining adalah mengamankan oknum-oknum aparat yang selama ini menjadi beking. Pemerintah harus bergerak cepat agar pelanggaran yang berdampak bagi pendapatan negara dan lingkungan itu tidak terus berlanjut.
Mulyanto menegaskan, Komisi VII DPR akan memanggil lembaga terkait untuk menyelesaikan masalah itu. Sudah saatnya negara mengakhiri praktik merugikan tersebut.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Iwan Nurdin mengatakan, narasi bersih-bersih mafia tambang sejatinya sudah sering digaungkan pemerintah. Namun, dari kacamata masyarakat sipil, upaya bersih-bersih tersebut belum memperlihatkan keseriusan. Salah satu indikatornya adalah masih banyak laporan masyarakat tentang tambang ilegal yang tidak ditindaklanjuti. ”Kalau toh (laporan, Red) ditindaklanjuti, masyarakat justru jadi korban kriminalisasi aparat penegak hukum,” kata Iwan kepada Jawa Pos.
Iwan menuturkan, diskriminasi hukum semacam itu sering dialami masyarakat sipil yang tinggal di area sekitar pertambangan. ”Tapi, kalau pengusaha yang lapor, penegakan hukumnya cepat sekali, respons aparat sangat cepat,’’ ujarnya.
Ismail Bolong alias Pak Bos
Sementara itu, setelah dua video testimoninya beredar, hingga kemarin (8/11) keberadaan Ismail Bolong misterius. Berdasar pantauan Kaltim Post, rumah Ismail di Samarinda tampak lengang. Beberapa kerabat maupun tetangga tak tahu keberadaan purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir aiptu tersebut.
Warga di sekitar rumahnya kaget saat melihat dua video yang viral tersebut. Meski mengetahui Ismail menjalankan bisnis batu bara, mereka tidak menduga Ismail akan memberikan testimoni tentang setoran untuk Kabareskrim. Antara percaya dan tidak. Mayoritas warga menyayangkan jika Ismail terlibat bisnis batu bara ilegal.
”Pagar rumahnya memang selalu terkunci. Namun, penghuninya tidak sombong. Tetap menegur dan berbaur dengan warga. Terutama saat ada kegiatan kemasyarakatan,” kata Yaser, 37, warga sekitar, kepada Samarinda Pos (Kaltim Post Group).
Ketua RT 10 Titus Sidete menjelaskan, dirinya kali terakhir berjumpa langsung dengan Ismail pada Kamis (3/11) saat menghadiri acara pernikahan di permukimannya. Saat itu Titus duduk bersebelahan dengan Ismail. ”Hanya ngobrol biasa. Warga sini sudah biasa memanggil Pak Ismail dengan Pak Bos. Pak Ismail tidak berkeberatan dengan panggilan itu,” ujar Titus.
Panggilan Pak Bos yang disematkan kepada Ismail bukan tanpa alasan. Sebab, Ismail dikenal royal dan ringan tangan. Terutama saat ada kegiatan yang membutuhkan bantuan, baik uang maupun barang. Di kalangan warga, Ismail terkenal dermawan dan siap membantu jika dibutuhkan.
Titus mencontohkan, saat ada pembangunan masjid, Ismail turut membantu dengan menyumbang dana maupun barang. ”Yang penting, dia (Ismail) dihubungi, pasti dibantu. Terakhir pernah membantu kelengkapan seragam untuk warga,” ungkap Titus. ”Warga Jalan Rajawali Dalam tidak meragukan jiwa sosial Pak Ismail,” lanjut Titus.
Dia kali terakhir berkomunikasi dengan Ismail melalui pesan singkat pada Senin (7/11) sekitar pukul 23.00 Wita. Dalam pesan singkatnya, Ismail mengaku akan berangkat ke Jakarta. Namun, dalam pesan singkat itu, Ismail tidak menjelaskan keperluannya ke ibu kota. Saat ini nomor ponsel Ismail tidak dapat dihubungi. Titus menduga nomor ponsel yang biasa digunakan telah diganti.
Sementara itu, anak pertama Ismail bernama Riski yang berhasil ditemui merasa sangat kaget atas apa yang terjadi kepada ayahnya. Sejak dua video itu viral, Riski sulit berkomunikasi dengan ayahnya. Namun, dia menduga sang ayah saat ini berada di Jakarta. ”Terakhir Ayah hanya berpesan agar kami di rumah saja. Makanya, kami tetap di rumah sambil menunggu Ayah,” kata Riski.
Credit: Source link