JawaPos.com – Indonesia merupakan wilayah yang tingkat kerawanan bencananya cukup tinggi jika ditinjau dari kondisi geografisnya. Sebab, selain dilewati tiga lempeng tektonik, ada lebih dari 200 sesar aktif di negara ini. Salah satunya adalah sesar Cimandiri yang disebut-sebut memicu gempa bumi 5,6 skala Richter di Kabupaten Cianjur pada 21 November lalu.
“Sesar Cimandiri membujur dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai sekitar Padalarang. Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa,” ungkap Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Irwan Meilano kepada Jawa Pos pada Selasa (22/11).
Secara pendekatan geologi, sesar merupakan pemicu gempa yang independen. Artinya, tidak dipengaruhi gempa-gempa sebelumnya. ’’Sehingga ada potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan,” kata Irwan.
Dia menambahkan, bukan baru kali ini pergerakan sesar Cimandiri memicu gempa. Gempa dengan kekuatan yang hampir sama dengan Senin lalu pernah terjadi pada 1970-an. “Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana tersebut. Concern utama berada pada pemerintah (pusat) dan pemda. Perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memang berpotensi gempa,” terangnya.
Dia meminta supaya penataan ruang lebih memperhatikan kaidah pembangunan yang sesuai dengan struktur geologi. Selain itu, jarak dengan sumber gempa perlu dipertimbangkan. Itu tidak hanya berlaku di Kabupaten Cianjur, tapi juga di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, Irwan menggarisbawahi pentingnya pemahaman masyarakat terhadap bencana. Terutama, mereka yang tinggal di daerah rawan gempa. Dengan demikian, jika terjadi bencana, proses mitigasi akan menjadi lebih mudah.
Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB itu menambahkan, ketika bencana terjadi, ada waktu sekitar 30 menit bagi warga yang terdampak untuk melakukan evakuasi.
Credit: Source link