JawaPos.com–Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama periode Oktober, setidaknya ada 50 orang meninggal dunia akibat menjadi korban kejadian bencana.
Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi bila dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Dari awal Januari hingga saat ini, total sudah ada sebanyak 230 orang yang meninggal dunia.
Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengungkapkan, dari 1 Januari sampai 31 Oktober tercatat sudah terjadi 3.038 kali bencana. Pada 2021, total ada sebanyak 5.400 kali kejadian bencana. Pihaknya pun tidak mengharapkan kejadian bencana tahun ini melebihi jumlah tahun sebelumnya.
”Tetapi cukup banyak korban jiwa yang sudah jatuh, ini yang kita sesalkan. Hingga saat ini korban jiwa sudah ada 230 orang,” ungkap Abdul Muhari.
Khusus kejadian bencana pada Oktober, menurut Aam, sapaan akrab Abdul Muhari, total ada sebanyak 396 kali kejadian. Yakni rata-rata per minggu lebih dari 70 kali kejadian bencana yang didominasi bencana hidrometeorologi basah. Kemungkinan jumlah kejadian bencana tersebut juga menjadi yang paling tinggi dari bulan-bulan lain pada 2022.
”Untuk di Oktober ini, korban jiwanya juga yang paling tinggi, mencapai 50 orang. Tentu ini menjadi catatan dan perhatian kami di BNPB,” jelas Abdul Muhari.
Bila dibandingkan periode Oktober 2021 dengan Oktober 2022, lanjut dia, memang dari sisi kejadian bencana turun jumlahnya. Namun, dari sisi korban jiwa mengalami kenaikan hampir 85 persen. Pada Oktober 2021 ada sebanyak 427 kali kejadian bencana dengan 27 korban jiwa. Sedangkan, pada Oktober 2022 ada 396 kali kejadian bencana dengan 50 korban jiwa.
”Ini benar-benar menjadi perhatian kami. Karena dalam beberapa kejadian, korban jiwa ini di lokasi-lokasi yang sebelumnya bukan merupakan kawasan langganan atau terdampak bencana hidrometeorologi basah,” terang Abdul Muhari.
Karena itu, dia menambahkan, pihaknya pun akan menggelar apel kesiapsiagaan secara nasional untuk kembali mengingatkan pemerintah daerah. Yakni agar harus benar-benar waspada. Mengingat, masih adanya ancaman potensi bencana hidrometeorologi basah. Yakni banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, serta cuaca ekstrem.
”Kita ini masih di awal, belum masuk puncaknya. Puncaknya itu diperkirakan awal tahun, akan masuk periode musim hujan,” ucap Abdul Muhari.
Terkait bencana hidrometeorologi basah, dominasinya pada Oktober ini adalah bencana banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor. Untuk banjir paling banyak terjadi di Aceh khususnya Aceh Timur. Di Aceh ada dua fenomena yang berlawanan dan itu terjadi pada saat yang hampir bersamaan. Yakni di sisi pesisir barat Aceh dominan banjir, banjir bandang, tanah longsor, sedangkan di sisi timur sering terjadi kebakaran hutan.
”Nah, jadi mungkin ini faktornya representasi dari perubahan iklim di tingkat lokal. Banjir yang terjadi di Aceh juga ada yang masih belum surut hingga saat ini,” ujar Abdul Muhari.
Kemudian, untuk cuaca ekstrem dan tanah longsor, menurut dia, Kabupaten Bogor adalah kabupaten dengan frekuensi kejadian paling tinggi di Indonesia. Bahkan, itu sudah terjadi dalam 10 tahun terakhir. Begitu juga dengan Sukabumi dan Garut.
”Jadi, untuk Bogor, kita benar-benar mengingatkan kembali harus hati-hati. Karena Kabupaten Bogor ini konturnya perbukitan,” kata Abdul Muhari.
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Reporter : Sugih Mulyono/JPK
Credit: Source link