JawaPos.com – Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas mengatakan, berdasarkan hasil survei terbaru, ada tren positif terkait persepsi publik terhadap kondisi pemenuhan rumah tangga, ekonomi ke depan, keadaan politik nasional, maupun keamanan, bahkan hampir sama seperti sebelum krisis.
“Untuk saat ini Indonesia sedang dianggap berada dalam keadaan baik-baik saja oleh publik, tidak mengkhawatirkan,” ujar Sirojudin dalam seri webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertema Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global, Sabtu (28/1).
Meski keputusan Jokowi menuai polemik, tetapi berbanding terbalik dari hasil survei yang menyatakan sebanyak lebih dari 50 persen masyarakat menaruh harapan serta mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker).
Sirojudin mengemukakan, faktanya ada 22 persen publik yang mengetahui Jokowi menerbitkan Perppu Ciptaker dan dari jumlah tersebut sebesar 48 persennya mendukung keputusan Presiden.
Sedangkan pakar hukum tata negera UNS, Agus Riewanto menjelaskan, Perppu Ciptaker yang awalnya UU lalu diminta MK diperbaiki merupakan wujud omnibus law yang banyak diadopsi negara penganut civil law.
“Omnibus law (Ciptaker) ini konteksnya penting untuk kegentingan ekonomi. UU Ini menyasar kemudahan berusaha dan memancing investasi,” ucap Riewanto.
Menurut Riewanto, Perppu CIptaker dapat dikategorikan menjadi alat sementara bagi Presiden Jokowi untuk bertindak untuk situasi ekonomi negara. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
“Perppu CIptaker merupakan regulasi untuk membentengi diri Presiden secara konstitusional bahwa apa yang dilakukannya dalam kerja pemerintahan adalah benar, terutama persoalan ekonomi mendesak,” jelas Riewanto.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, penerbitan peraturan ini didasarkan pada sejumlah alasan mendesak seperti antisipasi terhadap kondisi geopolitik dan ekonomi global.
“Pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak, yaitu misalnya dampak perang Ukraina yang secara global maupun nasional memengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia mengalami ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik, serta krisis pangan,” ujar Mahfud di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12).
Dalam menghadapi situasi global tersebut, lanjut Mahfud, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis dan penerbitan Perppu, merupakan salah satu upaya untuk dapat mengambil langkah strategis tersebut.
Menurut Mahfud, pertimbangan aspek hukum dan peraturan perundang-undangan terkait keluarnya Perpu Cipta Kerja karena kebutuhan mendesak ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU-VII/2009.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Sabik Aji Taufan
Credit: Source link