Dampak tekanan global diramal tak akan membawa banyak sentimen negatif ke Indonesia. Fundamental makroekonomi diyakini masih akan kuat. Instrumen surat utang alias obligasi bisa jadi pilihan menarik investasi di awal tahun.
—
CHIEF Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menjelaskan, minat investor pada obligasi akan meningkat. ’’Sebagai kelas aset yang berisiko lebih rendah dibandingkan saham, minat itu akan menguat di kuartal I tahun ini sebelum Fed fund rate mencapai puncaknya,’’ ujarnya pada Market Outlook 2023 pekan lalu.
Katarina melanjutkan, karakter investor memang cenderung forward looking. Setelah suku bunga The Fed mencapai puncak dan kondisi lebih stabil, minat risiko atau risk appetite akan beralih ke kelas aset yang dianggap berisiko lebih tinggi. Saat itulah, diperkirakan saham akan lebih baik.
’’Jadi kalau boleh dipetakan, untuk awal tahun ini obligasi akan lebih dulu diminati. Kemudian, disusul oleh saham,’’ bebernya.
Menurut Katarina, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang mengancam kawasan negara maju. Sebab, masih ditopang oleh konsumsi domestik yang terjaga dengan konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia.
’’Kenaikan upah minimum regional (UMR) tahun ini juga menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen,” ucapnya.
Selain itu, inflasi di Indonesia juga terjaga dengan relatif baik. Sepanjang 2022, pergerakan harga barang dan jasa tercatat 5,51 persen YoY. Sementara itu, inflasi inti stabil di kisaran 3,36 persen YoY. Penyebab utama tren penurunan adalah stabilitas harga pangan dan berkurangnya second round effect dari kenaikan harga BBM.
Stabilitas eksternal didukung oleh meningkatnya ekspor logam dasar dan maraknya penanaman modal pada sektor logam dasar serta pertambangan yang mulai terlihat sejak 2022. Hal tersebut akan menopang neraca transaksi berjalan serta nilai tukar rupiah lebih lagi ke depannya. ’’Rupiah yang menguat tentu berdampak positif pada obligasi Indonesia,” tuturnya.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula meyakini pasar obligasi domestik tahun ini akan lebih menarik. Keyakinan itu dipicu kinerja positif pada 2022 dengan pasar surat utang RI tumbuh 3,5 persen.
’’Kinerja (RI) lebih baik dibandingkan di kawasan Asia. Seperti Hongkong (-8,6 persen), Filipina (-6,0 persen), Singapura (-5,1 persen), dan Thailand (-4,0 persen),’’ jelasnya.
Ezra menjelaskan, sepanjang 2022, kurva imbal hasil pasar surat utang menunjukkan pola bearish flattening. Obligasi dengan tenor paling pendek (2 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling signifikan (181 bps). Sedangkan, tenor paling panjang (30 tahun) pertumbuhannya paling kecil (46 bps). Jika dilihat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2012–2022), pasar obligasi RI mencatatkan kinerja kumulatif 8,03 persen per tahun.
Sejalan dengan itu, kepemilikan asing telah menyusut. Dari semula 19,05 persen (Rp 891,3 triliun) pada akhir 2021 menjadi 14,36 persen (Rp 762,2 triliun) di tahun lalu.
’’Rendahnya kepemilikan asing diharapkan dapat mengurangi volatilitas akibat aksi jual investor asing. Selain itu, ekspektasi berkurangnya agresivitas kenaikan Fed funds rate, seiring dengan inflasi Amerika Serikat yang terus mengalami moderasi, akan mengangkat sentimen global dan membawa kembali arus masuk dana asing. Di dalam negeri, diversifikasi investor domestik menjadi penopang utama, khususnya di perbankan, asuransi dan dana pensiun, serta investor ritel,’’ urai Ezra.
Dia menyebutkan, ada tiga katalis pasar surat utang tahun ini. Pertama, perbaikan fundamental makro. Indikatornya seperti defisit fiskal di bawah target pemerintah. Hal itu dapat mendukung kenaikan rating RI.
Kedua, kuatnya permintaan domestik. Permintaan dari investor perbankan, asuransi, dana pensiun, dan investor ritel diperkirakan masih kuat untuk menopang pasar. Ketiga, skenario pembukaan kembali Tiongkok. Skenario dibukanya perekonomian Tiongkok diperkirakan akan membantu meningkatkan sentimen positif ke pasar global.
’’Kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,50–6,75 persen,’’ ujar Ezra.
DINAMIKA PASAR OBLIGASI
– Awal tahun ini, obligasi akan lebih dinikmati. Kemudian disusul oleh saham.
– Pada 2022, obligasi tenor paling pendek (2 tahun) imbal hasilnya paling tinggi (181 bps).
– Tahun lalu tenor paling panjang (30 tahun) imbal hasilnya paling kecil (46 bps).
– Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun diyakini bisa kembali ke kisaran 6,50–6,75 persen.
RISIKO YANG PERLU DIWASPADAI
– Perang Rusia-Ukraina
– Kebijakan The Fed yang berpotensi hawkish
– Tensi jelang Pemilu 2024
Sumber: MAMI
Credit: Source link