JawaPos.com – Penetapan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memiliki dampak yang cukup besar bagi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mulai dari perubahan visi dan misi, struktur organisasi, kebutuhan sumber daya manusia (SDM), tata kelola, peraturan, sampai proses bisnis. Mengingat, LPS diberi mandat baru sebagai penyelenggara program penjaminan polis (PPP).
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menuturkan, sebelumnya LPS telah mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan di sektor perbankan. Dengan tambahan tugas melalui UU P2SK sebagai penjamin polis asuransi, maka perlu aturan tambahan yang detil sebagai bentuk kehati-harian. Sebab, industri asuransi memiliki karakter yang berbeda dengan industri perbankan.
“Perbankan memiliki tingkat kepastian yang tinggi karena fully regulated. Sedangkan produk asuransi memiliki sifat ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan perbankan,” kata Anis kepada Jawa Pos, Minggu (5/2).
Sesuai mandat UU P2SK, LPS merupakan penyelenggara program penjaminan polis (PPP). Melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan. Selain itu, juga berfungsi menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi.
Fungsi penjaminan polis akan mulai berlaku lima tahun sejak UU P2SK diundangkan. Anis berharap hal tersebut diatur secara mendalam. Secara umum, memang telah diakomodasi dengan adanya ketentuan segregasi pada pengelolaan aset dan kewajiban dari kedua fungsi tersebut.
Makanya, ada yang harus ditekankan bahwa penjaminan polis harus dibuat dalam peraturan pemerintah. Hal-hal yang setidaknya menjadi norma adalah penyebutan jenis polis yang ditanggung, jenis manfaat, dan maksimal nilai risiko yang dijamin oleh LPS. Serta, kejelasan proses transisi penambahan tugas LPS dalam penyelenggaraan program penjaminan polis.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan roadmap tindak lanjut pelaksanaan UU P2SK yang akan dilakukan LPS dalam lima tahun ke depan. Tahun ini, targetnya adanya desain struktur organisasi, identifikasi kebutuhan SDM, penyusunan proses bisnis, serta penyusunan tata kelola dan kebijakan penjaminan polis asuransi.
“Penyusunan tata kelola LPS dan tata tertib dewan komisioner akan kami konsultasikan ke Komisi XI DPR kuartal pertama tahun ini,” ucapnya. Termasuk, struktur organisasi penjaminan polis asuransi. Purbaya mengatakan, akan ada penambahan satu anggota dewan komisioner dan dua direktur eksekutif di bawahnya.
Di 2024, LPS akan melanjutkan penyelesaian peraturan turunan UU P2SK dan pengembangan kompetensi SDM. Lalu pada 2025 sampai 2027, akan dilakukan pengembangan informasi teknologi (IT), infrastruktur pendukung lainnya, serta SDM.
“Nanti 2026 sampai 2027, ditargetkan semua proses sudah selesai dan siap untuk menjalankan penjaminan polis asuransi. Sehingga di 2028 akan berlaku efektif dan LPS telah siap untuk menyelenggarakan,” jelas Purbaya.
Sepanjang 2022, cakupan penjaminan sebesar 99,9 persen dari total rekening. Dengan total aset LPS mencapai Rp186,75 triliun atau naik 15,27 persen year-on-urat (YoY). Rinciannya, berupa investasi senilai Rp 180,47 triliun yang seluruhnya.
“Sepanjang 2022, hanya terdapat satu BPR yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi yaitu PT. BPR Pasar Umum yang berada di Bali,” tandasnya.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : Agas Putra Hartanto
Credit: Source link