Pandemi Covid-19 menjadi berkah bagi Asti Atmodjo. Dia membuat tisane, produk herbal untuk menjaga kondisi. Fashion designer itu menggandeng kelompok usaha desa guna memenuhi permintaan yang tinggi.
—
ASTI Atmodjo tak mengira SARS-CoV-2 yang pernah menyerangnya dan keluarga pada akhir 2020 membawa berkah tersendiri. Bermula dari mencoba tisane buatan sendiri untuk memulihkan kondisi pasca terserang Covid-19, kini Asti telah menjual ribuan pak dan meraup omzet hingga Rp 200 juta per bulan.
Tisane merupakan minuman yang diseduh seperti teh, tapi tidak menggunakan daun teh, melainkan daun lain, bunga, akar, dan sejenisnya.
”Ketika kena Covid-19, ada yang menyarankan untuk menggunakan white tea yang dicampur dengan beberapa bunga kering seperti mawar, melati, mint, dan lain-lain agar mempercepat pemulihan,” ujar pelaku usaha asal Surabaya itu.
Benar-benar merasakan khasiatnya, Asti pun membagikan pengalamannya ke media sosial. Ternyata, hal itu mengundang para follower-nya tertarik untuk mencoba.
”Sudah diberi tahu bahan-bahannya, tapi kebanyakan di antara mereka tidak mau mencoba sendiri karena ribet,” tambahnya.
Hal tersebut menjadi pemantik utama ide Asti untuk berbisnis tisane. Bermodal pengetahuannya tentang berbagai bahan, komposisi, serta takaran, dia mulai berinisiatif membuat racikan untuk kemudian dijual lewat brand Astea Tisane.
”Awalnya tidak banyak, bikin semampunya aja bersama suami. Tidak banyak, hanya sekitar 50 pak dengan 5 varian,” beber perempuan yang juga berprofesi sebagai fashion designer tersebut.
Tak disangka, kali pertama ditawarkan, produknya langsung ludes terjual. Dari situ Asti menjadi lebih semangat untuk membuat lebih banyak, meriset lebih banyak, dan menjajal kombinasi bahan yang lebih banyak. ”Karena memang perlu riset dan pengetahuan tentang bahan-bahan yang akan digunakan. Semua produk yang aku jual sudah dicoba untuk dipakai sendiri,” urainya.
Untuk bahan, Asti menyebut lebih memprioritaskan hasil panen petani lokal. Jika barang yang dicari tidak ada, opsi impor baru dilakukan. Menurut dia, kualitas produk lokal kerap kali tidak memenuhi standar sehingga pengusaha terpaksa mencari alternatif produk impor.
”Cukup disayangkan tanah kita subur. Petani sepertinya kurang penyuluhan atau pengetahuan untuk bikin produksi bunga kering dengan kualitas bagus,” ujarnya.
Asti mencontohkan melati. Beberapa petani tidak mengetahui metode yang tepat untuk mengeringkan bunganya sehingga warna menjadi cokelat dan rasanya pahit. Sementara itu, kualitas yang dibutuhkan untuk bisa dipakai tisane adalah melati kering yang putih bersih dengan aroma harum.
”Itu jadi salah satu tantangannya. Bahan baku gampang-gampang susah. Kalau lagi susah, kita bisa out of stock lumayan lama,” bebernya.
Menghadapi demand yang berlipat, Asti kini tak lagi memproduksi sendiri tisane-tisanenya. Saat ini dia memberdayakan salah satu kelompok usaha desa di Sidoarjo. Dengan begitu, omzet juga meningkat seiring produk bertambah.
Dari semula menghasilkan Rp 3–5 juta per bulan, penjualan Astea Tisane melonjak hingga menyentuh omzet Rp 200 juta per bulan. Pengiriman produk pun sudah dilakukan ke berbagai kota, berbagai pulau, bahkan ada juga pesanan dari negara tetangga.
”Pernah kirim ke Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Tapi, ongkos kirim ke luar negeri itu mahal sekali. Apalagi, tisane masuk dalam kategori makanan yang ongkos kirimnya memang mahal,” bebernya.
Saat ini kombinasi bahan yang digunakan sangat beragam. Ada bunga telang, green tea, lemongrass, jasmin, chamomile, globe amaranth, myotosis, stevia, dan sebagainya.
Menurut Asti, prospek bisnis yang berkaitan dengan healthy lifestyle akan terus diminati karena semakin banyak orang yang melek dengan pola hidup sehat. ”Tidak cuma bagi yang tua, anak muda juga makin sadar untuk menerapkan pola hidup yang sehat,” tandasnya.
TIPS MEMULAI USAHA TISANE ALA ASTI
– Jangan asal ikut-ikutan.
– Modali diri sendiri dengan pengetahuan tentang bahan beserta khasiat serta kontradiksinya.
– Jangan kompromi soal kualitas bahan baku.
– Pilah bahan yang bagus agar produk yang dihasilkan bisa optimal.
– Sesuaikan jenis produk dengan market yang disasar.
PERTUMBUHAN PDB INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN OBAT TRADISIONAL
Tahun | Pertumbuhan
2018 | -1,42%
2019 | 8,48%
2020 | 9,39%
2021 | 9,61%
Sumber: Kemenperin
Credit: Source link