JawaPos.com – Pengawasan orang tua terhadap anak harus makin ditingkatkan. Pasalnya, dari survei Lembaga Sensor Film (LSF), baru 46 persen anak yang menonton tontonan film, baik melalui media bioskop, festival, maupun media streaming (OTT) seusia dengan aturan.
Aturan ini dimaksudkan pada klasifikasi umur. Seperti, semua usia (SU), 13 +, 17+ dan 21+. “Sisanya, menonton secara bebas,” ujar Ketua Komisi III LSF Naswardi dalam acara Laporan Tahunan LSF Tahun 2022, di Jakarta, Selasa (14/2).
Ngerinya lagi, 77 persen dari mereka mengakses melalui ruang privat atau kamar mereka sendiri. Hal itu didukung dengan data yang menyatakan bahwa 71,6 persen dari kegiatan tersebut dilakukan melalui jaringan informatika dalam hal ini media sosial dan media berbasis internet.
“Tentu ini jadi catatan penting untuk kami. Orang tua pun harus lebih maksimal dalam melakukan pengawasan,” tegasnya.
Dia menegaskan, jika pengawasan kurang maka anak cenderung terpapar pornografi dan kekerasan. Apalagi, anak memiliki sifat imitatif atau meniru.
Kondisi ini apabila berlarut maka bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak. LSF sendiri, lanjut dia, telah berusaha melakukan perlindungan dengan cara melakukan penyensoran terhadap film dan iklan yang beredar.
Lalu, dilakukan pula klasifikasi sesuai dengan usia. Sehingga, anak bisa aman dari paparan tontonan di luar usianya.
“Karenanya, orang tua dan masyarakat juga didorong untuk ikut budaya sensor mandiri,” ungkapnya. Masyarakat diminta punya kesadaran tinggi mengenai tontonan sesuai klasifikasi usia ini.
Guna mendukung kampanye tersebut, LSF telah membentuk lima desa sensor mandiri. Adapun kelimanya yaitu Desa Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat; Desa Mangunharjo, Kecamatan Madiun, Kota Madiun, Jawa Timur; Desa Candirejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah; Desa Gakangang, Kabupaten Malang, Jawa Timur; dan Desa Klungkung, Kota Denpasar, Bali.
Bekerja sama dengan perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan LSM, desa sensor mandiri diharapkan bisa menjadi kepanjangan tangan LSF untuk edukasi masyarakat mengenai mandat UU 32/2009 tentang Perfilman. Termasuk, soal klasifikasi usia dalam film yang akan ditonton.
Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto menambahkan, tahun lalu, pihaknya telah melakukan penyensoran terhadap 36.507 judul film dan iklan. Judul-judul tersebut tak hanya berasal dari tayangan di bioskop saja, tapi juga film festival, tayangan televisi, dan OTT.
“Kami juga mengolah data impor. Tidak hanya dari dalam negeri,” jelasnya. Untuk tayangan dari luar negeri, paling banyak didominasi dari Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.
Dalam proses penyensoran, ada dua film yang dikembalikan. Satu film bioskop dan film festival, di mana dua-duanya merupakan film impor atau luar negeri.
Keduanya dikembalikan lantaran tak memenuhi aturan yang terkandung dalam UU Perfilman. “Di LSF tidak ada yang tidak lolos, tapi dikembalikan pada pemilik. Karena tidak sesuai dengan pedoman,” pungkas Ketua Komisi I LSF Nasrullah.
Credit: Source link