Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un (Foto: Reuters)
Tokyo – Eiko Kawasaki merupakan satu dari 90.000 warga Korea Utara, yang melarikan diri ke Jepang untuk mencari keadilan. Sudah bertahun-tahun, perempuan berusia 76 tahun itu tak bisa bertemu dengan anak-anaknya, yang hingga kini masih berada di Korut.
Dilansir dari Associated Press, Kawasaki bersama empat mantan warga negara (WN) Korut lainnya mengajukan gugatan kepada mantan pemerintahannya, di Pengadilan Distrik Tokyo minggu ini.
Kelimanya menuntut Korut uang ganti rugi sebesar 500 juta yen, atau sekitar US$5 juta, dengan tuntutan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Hampir tidak ada yang tahu apa yang telah terjadi,” kata Kawasaki kepada awak media. Dia bertekad akan terus menceritakan kisahnya kepada semua orang, sebagai upaya mendorong reunifikasi (penyatuan) Korea.
Kawasaki lahir di Jepang, putri seorang buruh Korea. Selama Perang Dunia II, penjajah Jepang kerap membawa perempuan Korea untuk ekerja di Jepang.
Setidaknya, 450.000 etnis Korea tinggal di Jepang, termasuk keturunan generasi ketiga dan keempat dari para buruh tersebut.
Pada usia 17 tahun, Kawasaki pun mendaftar program repatriasi untuk pergi ke Korea Utara. Kala itu, Korut menjanjikan beasiswa kepadanya.
Akan tetapi, harapan mendapatkan pendidikan langsung pupus, setibanya ia di Korut. Di negara ibunya berasal, Kawasaki hidup dalam kemiskinan.
“Anda tidak akan bisa mengungkapkan pendapat sama sekali,” ujarnya.
“Tidak akan bisa keluar dari sana,” imbuhnya.
Putus asa dengan kehidupan di Korut, Kawasaki memutuskan keluar dari negaranya. Ketatnya keamanan, membuatnya harus pindah ke China pada 2003, lalu ke Jepang setahun kemudian dengan bantuan adik-adiknya.
TAGS : Korea Utara Jepang HAM
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/39788/Korea-Utara-Dituding-Langgar-HAM/